RADAR MALANG –Banyak keluarga Muslim di Lebanon harus berjuang untuk membeli makanan selama bulan puasa. Karena harga kebutuhan pokok yang menggila di tengah krisis ekonomi terburuk di negara itu dalam beberapa dekade.
“Harganya gila-gilaan dan bahkan naik lebih tinggi selama Ramadan. Sepiring salad akan berharga enam kali lebih mahal tahun ini,” kata warga Beirut, Um Ahmed melansir dari Al Jazeera Minggu (18/4).
Zeina Khodr, salah satu penduduk Beirut mengatakan bahwa bagi jutaan orang di Lebanon, makanan menjadi barang mewah. Jatuhnya nilai mata uang Lebanon mengurangi daya beli masyarakat.
Pound Lebanon turun menjadi 10.000 terhadap dolar AS pada awal Maret lalu. Angka ini kemudian turun lagi menjadi 15.000. Mata uang tersebut telah kehilangan sekitar 90 persen nilainya sejak akhir 2019.
“Mereka yang dulu membeli satu kilo sayuran sekarang membeli setengahnya, sementara yang lain membeli per potong. Banyak pembeli yang lantas pergi begitu saja setelah mengetahui harganya,” kata Ahmed, seorang penjual sayur.
Untuk memenuhi kebutuhan satu bulan makan buka puasa bagi keluarga beranggotakan lima orang, sekarang diperkirakan menelan biaya dua setengah kali lipat dari upah minimum yang bernilai $ 60 pada harga pasar gelap. Lebanon mengimpor sebagian besar makanannya dan terjadi kekurangan karena pemerintah kehabisan dolar.
“Gaji kami tidak berubah tetapi harga telah melonjak,” kata seorang warga, Hana Sader. Meski gandum disubsidi oleh pemerintah, harga roti juga mengalami kenaikan. Membeli satu bungkus roti sehari selama sebulan menghabiskan lebih dari 10 persen dari upah minimum.
Pandemi virus korona juga telah memperburuk ketimpangan sosial ekonomi, dengan lebih dari separuh keluarga di Lebanon hidup dalam kemiskinan.
Bulan lalu, protes melanda kota-kota Lebanon, dengan demonstran memasang penghalang jalan di jalan raya utama.
Di samping itu, kebuntuan politik kian menambah kesengsaraan warga Lebanon karena Perdana Menteri yang ditunjuk, Saad Hariri dan Presiden Michel Aoun masih saja berselisih tentang pembentukan pemerintahan baru.
Penulis: Talitha Azmi F.