25.5 C
Jakarta
Wednesday, June 7, 2023

Korban Petasan di Kasembon Jadi Tulang Punggung Keluarga

MALANG KABUPATEN – Sesaat setelah mendengar ledakan keras Sabtu malam (11/3), Kasturi, warga Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon bergegas mengecek ke sumber suara. Dia menuju rumah yang ditinggali Ahmad Hasan Rifai. Di RT 07 RW 11.

Kediaman tersebut milik almarhum Sai’in, kakek dari Ahmad Hasan Rifai atau biasa disapa Hasan. ”Saat sampai di sana, saya melihat Pak Mualif yang rumahnya berada di utara rumah Pak Sai’in kebingungan juga. Sebab, tiga anaknya yang ada di dalam tertimpa tembok rumah,” terang Kasturi. Mualif sendiri adalah paman dari Hasan.

Runtuhan tembok rumah yang roboh itu merupakan dampak dari ledakan petasan. Saking kerasnya ledakan, dia mendapat kabar bila suaranya terdengar hingga jarak satu kilometer. Selain Kasturi, warga setempat juga ikut mengecek ke sekitar.

Warga melakukan evakuasi di dua rumah di dekat lokasi ledakan. Warga mereka juga mengecek para santri di Pondok Pesantren Miftahu Fahil Mutadiin. Kasturi sendiri bergegas masuk ke rumah milik almarhum Sai’in. Pria berusia 45 tahun ini terkejut saat mengetahui Hasan yang sudah berada dalam kondisi tidak berdaya dalam balutan sarung.

Baju yang dikenakannya sudah robek-robek. Sekujur tubuhnya juga dipenuhi luka bakar. ”Waktu ditemukan dia masih hidup dan masih bisa bersuara, tapi cuma mengerang kesakitan. Selain Hasan, tiga anak Pak Mualif juga terluka. Semua langsung dibawa ke ke RSUI Madinah,” cerita dia.

Dia melanjutkan, Hasan dikabarkan meninggal pada pukul 21.30. Beberapa jam setelahnya dia dimakamkan di TPU Pulosari. Sementara tiga anak lainnya masih menjalani perawatan (selengkapnya baca grafis). Kasturi mengungkapkan, sehari-hari rumah milik almarhum Sai’in memang kosong. Rumah tersebut hanya ditempati setiap satu atau dua minggu sekali ketika Hasan pulang bekerja dari Mojokerto. Sepengetahuannya, Hasan bekerja serabutan.

”Kalau rumah di selatan (milik almarhum Imam Muhtadi-ayah dari Hasan) ditinggali ibu kandung dan adik bungsu Hasan yang perempuan. Hasan juga punya adik laki-laki yang tadi pulang dari pondok pesantren,” imbuhnya.

Keterangan tersebut diperkuat pernyataan tetangga korban. Perempuan berjilbab merah yang enggan disebutkan namanya itu menyebut bila saat kejadian ibu kandung Hasan tidak di sana. ”Jadi ibunya selamat dan tidak luka-luka. Kini ibunya masih terkejut,” kata dia.

LANGSUNG TAKZIAH: Tukinah (dua dari kiri), nenek korban tak kuasa menahan haru ketika melihat rumah yang ditinggali Hasan telah hancur. (Nabila Amelia / Radar Malang)

Dari pantauan Jawa Pos Radar Malang kemarin siang (12/3) beberapa keluarga korban langsung bertakziah ke sana. Salah satunya datang dari Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Rombongan keluarga yang saat itu datang berasal dari pihak ibu korban. Salah satunya yakni Tukinah, nenek dari Hasan.

Tukinah tampak tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Dia harus dipapah kerabat beserta tetangga untuk masuk menengok kondisi rumah yang sudah hancur. Yuyun Nur Hasanah, salah seorang kerabat yang mendampingi Tukinah mengungkapkan, Hasan merupakan cucu pertama dari Tukinah.

Semasa hidup, remaja yang baru lulus sekitar satu tahun lalu dari SMK Swasta Pembangunan, di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri itu dikenal baik. Hasan juga rutin mengunjungi neneknya di Kediri. ”Dia bikin petasan bukan untuk dijual. Tapi digunakan pada kegiatan tertentu, seperti Hari Raya Idul Fitri. Kalau tidak salah sudah satu sampai dua tahun belajar buat petasan dari teman-temannya,” ujar dia.

Yuyun menambahkan, sehari-hari Hasan bekerja serabutan. Seperti ikut dalam proyek pembangunan. Dia harus melakukannya karena telah menjadi tulang punggung keluarga pasca ayahnya meninggal saat pandemi. Sebelum meninggal, ayahnya bekerja sebagai pedagang. Sementara ibunya hanya ibu rumah tangga. (mel/by)

 

MALANG KABUPATEN – Sesaat setelah mendengar ledakan keras Sabtu malam (11/3), Kasturi, warga Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon bergegas mengecek ke sumber suara. Dia menuju rumah yang ditinggali Ahmad Hasan Rifai. Di RT 07 RW 11.

Kediaman tersebut milik almarhum Sai’in, kakek dari Ahmad Hasan Rifai atau biasa disapa Hasan. ”Saat sampai di sana, saya melihat Pak Mualif yang rumahnya berada di utara rumah Pak Sai’in kebingungan juga. Sebab, tiga anaknya yang ada di dalam tertimpa tembok rumah,” terang Kasturi. Mualif sendiri adalah paman dari Hasan.

Runtuhan tembok rumah yang roboh itu merupakan dampak dari ledakan petasan. Saking kerasnya ledakan, dia mendapat kabar bila suaranya terdengar hingga jarak satu kilometer. Selain Kasturi, warga setempat juga ikut mengecek ke sekitar.

Warga melakukan evakuasi di dua rumah di dekat lokasi ledakan. Warga mereka juga mengecek para santri di Pondok Pesantren Miftahu Fahil Mutadiin. Kasturi sendiri bergegas masuk ke rumah milik almarhum Sai’in. Pria berusia 45 tahun ini terkejut saat mengetahui Hasan yang sudah berada dalam kondisi tidak berdaya dalam balutan sarung.

Baju yang dikenakannya sudah robek-robek. Sekujur tubuhnya juga dipenuhi luka bakar. ”Waktu ditemukan dia masih hidup dan masih bisa bersuara, tapi cuma mengerang kesakitan. Selain Hasan, tiga anak Pak Mualif juga terluka. Semua langsung dibawa ke ke RSUI Madinah,” cerita dia.

Dia melanjutkan, Hasan dikabarkan meninggal pada pukul 21.30. Beberapa jam setelahnya dia dimakamkan di TPU Pulosari. Sementara tiga anak lainnya masih menjalani perawatan (selengkapnya baca grafis). Kasturi mengungkapkan, sehari-hari rumah milik almarhum Sai’in memang kosong. Rumah tersebut hanya ditempati setiap satu atau dua minggu sekali ketika Hasan pulang bekerja dari Mojokerto. Sepengetahuannya, Hasan bekerja serabutan.

”Kalau rumah di selatan (milik almarhum Imam Muhtadi-ayah dari Hasan) ditinggali ibu kandung dan adik bungsu Hasan yang perempuan. Hasan juga punya adik laki-laki yang tadi pulang dari pondok pesantren,” imbuhnya.

Keterangan tersebut diperkuat pernyataan tetangga korban. Perempuan berjilbab merah yang enggan disebutkan namanya itu menyebut bila saat kejadian ibu kandung Hasan tidak di sana. ”Jadi ibunya selamat dan tidak luka-luka. Kini ibunya masih terkejut,” kata dia.

LANGSUNG TAKZIAH: Tukinah (dua dari kiri), nenek korban tak kuasa menahan haru ketika melihat rumah yang ditinggali Hasan telah hancur. (Nabila Amelia / Radar Malang)

Dari pantauan Jawa Pos Radar Malang kemarin siang (12/3) beberapa keluarga korban langsung bertakziah ke sana. Salah satunya datang dari Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Rombongan keluarga yang saat itu datang berasal dari pihak ibu korban. Salah satunya yakni Tukinah, nenek dari Hasan.

Tukinah tampak tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Dia harus dipapah kerabat beserta tetangga untuk masuk menengok kondisi rumah yang sudah hancur. Yuyun Nur Hasanah, salah seorang kerabat yang mendampingi Tukinah mengungkapkan, Hasan merupakan cucu pertama dari Tukinah.

Semasa hidup, remaja yang baru lulus sekitar satu tahun lalu dari SMK Swasta Pembangunan, di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri itu dikenal baik. Hasan juga rutin mengunjungi neneknya di Kediri. ”Dia bikin petasan bukan untuk dijual. Tapi digunakan pada kegiatan tertentu, seperti Hari Raya Idul Fitri. Kalau tidak salah sudah satu sampai dua tahun belajar buat petasan dari teman-temannya,” ujar dia.

Yuyun menambahkan, sehari-hari Hasan bekerja serabutan. Seperti ikut dalam proyek pembangunan. Dia harus melakukannya karena telah menjadi tulang punggung keluarga pasca ayahnya meninggal saat pandemi. Sebelum meninggal, ayahnya bekerja sebagai pedagang. Sementara ibunya hanya ibu rumah tangga. (mel/by)

 

Wajib Dibaca

Artikel Terbaru