MALANG KOTA – Meski dinyatakan mengidap gangguan Jiwa, Amin, 39, mampu berbicara runtut dalam sidang di Pengadilan Negeri Malang kemarin (20/3). Dia mengakui telah membunuh FEK, seorang PSK berusia 30 tahun di Kota Batu, pada 6 Oktober 2022.
Bahkan, pemuda asal Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis itu bercerita dengan detail proses pembunuhan yang dia lakukan.
Amin masih ingat dengan jelas bahwa pembunuhan tersebut dia lakukan di kamar di Villa Samitomo, kawasan Songgoriti, Kota Batu. ”Rambutnya saya jambak, kemudian saya mengucapkan takbir sebelum menyembelih PSK itu,” ungkap dia.
Dengan gamblang Amin juga menceritakan bahwa dia menyayat leher korban sebanyak tiga kali. Sama sekali tidak ada perlawanan dari korban selama pembunuhan itu berlangsung. Setelah korban tak bernyawa, tubuhnya disembunyikan di kamar mandi.
Ketika hakim menanyakan alasan membunuh FEK, Amin kembali menceritakan adanya bisikan gaib yang dia dengar. Bisikan itu datang dari seseorang yang mengaku sesepuh Amin dan sudah mati syahid.
Keterangan yang sama pernah diungkapkan jaksa pada saat membacakan berkas dakwaan. Bisikan itu mengatakan bahwa PSK yang ada di Songgoriti merupakan musuh agama Islam, dan membunuhnya adalah jihad.
Baca Juga : Pembunuh Songgoriti Sering Berhalusinasi.
Versi Amin, bisikan gaib itu juga menyebutkan bahwa pembunuhan tidak boleh dilakukan dengan cara menusuk. Amin mengaku sempat menolak perintah dari bisikan tersebut. Tapi bisikan yang sama terus berdatangan.
”Kalau tidak dituruti akan terus berbisik. Pagi, siang, malam. Bahkan suaranya berubah-ubah. Kadang laki-laki, kadang perempuan, kadang seperti kuda,” ungkap dia.
Semua bisikan itu hilang ketika FEK sudah terbunuh pada 6 Oktober 2022 lalu. Terlepas dari itu semua, Amin tetap tidak merasa bersalah. ”Saya tidak enak sama yang membisiki saya. Apa yang saya lakukan ini adalah jihad,” ujar dia.
Berdasar keterangan saksi ahli pekan lalu, Amin dinyatakan mengalami gangguan psikosis. Lebih spesifik, gangguan dalam menganalisis sebuah realitas.
Penyakit jiwa berat itu sudah diidap Amin sejak usia remaja. Tapi, sebelumnya Amin tidak pernah melakukan tindak kekerasan.
Pernyataan saksi ahli itu tak lantas membuat hakim sepakat tentang kondisi kesehatan jiwa Amin. (Bersambung ke halaman selanjutnya)