24.1 C
Malang
Wednesday, 29 March 2023

Kisah Para Mualaf Menjalani Kehidupan Barunya (21)

Karir Sukses setelah Mualaf, Tetap Jaga Hubungan dengan Keluarga

Perjuangan berat telah dilalui Erwin Tri Aryanto untuk menjadi mualaf. Dia ditentang semua keluarga, termasuk kedua orang tuanya. Bahkan, dia sempat dihantam benda keras oleh salah satu keluarga. Tetapi, imannya pada Allah sudah menancap kuat. Berikut penuturannya kepada wartawan Jawa Pos Radar Malang, Galih R. Prasetyo.

—————-

Tangan Erwin Tri Aryanto mengepal. Wajahnya juga terlihat ekspresif. Dirinya yang sore itu mengisahkan perjalanannya masuk Islam mengajak wartawan Jawa Pos Radar Malang flashback, merasakan momen ketika pertama kali Erwin diketahui menjadi mualaf. Diakuinya peristiwa saat itu selalu terkenang ketika membahas perjalanannya mengimani Allah SWT.

Menurut owner HBI Fresh itu, saat dirinya diketahui memeluk Islam, ada penolakan keras. Khususnya dari kakak juga ayah dan ibunya. ”Mereka kaget atau mungkin shock melihat perubahan besar dari dalam diri saya,” jelas Erwin. Sebab, diakuinya, sebelum menjadi muslim, dia merupakan jemaat yang sangat taat di agama sebelumnya. Dia kerap terlibat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

Kemarahan besar keluarganya saat itu disebut Erwin sampai dia bertengkar hebat. Bahkan, nyaris terjadi pertumpahan darah antara dia dan keluarganya. ”Saat itu saya dikasih pedang dan mereka juga pegang satu pedang,” kenangnya sembari matanya menerawang jauh. Tetapi, hal tersebut bisa dihindarkan usai dilerai dan semua benda tajam di rumahnya diamankan.

Menurut Erwin, ibunya juga sangat kecewa atas putusannya. Ibunya seperti tidak terima kalau anak yang dibesarkan dalam kepercayaan kuat sejak kecil memilih jalan agama yang berbeda. ”Saking mangkelnya, ibu bilang kalau air susu yang telah diberikan kepada saya suruh dikembalikan,” jelasnya.

Tubuh Erwin seperti kaku mendengar ucapan ibunya saat itu. Hatinya terasa patah melihat sang ibu sangat marah. Usai pernyataan itu, lanjutnya, Erwin menyerah kepada sang ibu untuk menebas tangannya. ”Saya bilang susu yang diberikan sudah menjadi darah. Kalau mengambilnya lagi tebas saja tangan ini,” tuturnya sembari mengulurkan lengannya menggambarkan peristiwa tersebut.

Selain itu, dia sempat dihantam pukulan keras oleh sang kakak. Setelah dua hari dari amarah hebat tersebut, titik klimaksnya adalah keluarga Erwin menerima dengan berat hati keputusan bapak 3 anak itu. Orang tuanya malu kalau sampai diketahui ada salah satu anggota keluarga masuk Islam. ”Saat itu mereka takut kalau dicap sebagai orang tua yang tidak mendidik anak. Alhasil, saya tidak boleh menunjukkan hal-hal berbau Islam,” paparnya.

Karena keluarganya di rumah menolak dia masuk Islam, pria asal Surabaya itu harus menempuh perjalanan jauh untuk salat di masjid. Dia kerap jalan kaki atau gowes untuk ke masjid. ”Kira-kira jarak rumah itu sekitar 10-20 kilometeran. Biasanya untuk menutupi kalau sudah Islam, saya berangkat dengan celana pendek dan sarungnya dimasukkan tas,” tuturnya menceritakan peristiwa saat itu.

Dia merasakan, suasana di rumah orang tuanya sangatlah tidak enak. Komunikasi dengan keluarga menjadi dingin. Dia juga harus menjalankan aktivitas keagamaan sendirian. Misalnya, saat momen Ramadan dia sahur dan buka puasa sendirian. Lalu, ketika Lebaran juga merayakan sendirian. ”Rasanya sedih saat itu melihat orang-orang merayakan Lebaran bisa dengan keluarga,” katanya.

Momen Lebaran pertama diakuinya cukup tragis. Pada kondisi itu, Erwin mengaku kalau mendapatkan cobaan dari Allah SWT. Motor yang baru diberikan orang tuanya hilang. Alhasil, ketika itu amarah orang tuanya semakin meninggi kepadanya. Sampai-sampai ada tuduhan gara-gara dia masuk Islam menjadi penyebabnya. Rasa frustrasi ketika itu membuat dia sempat pergi ke orang pintar (dukun) untuk mencari kendaraan yang hilang.

Meski dihadapkan kondisi tidak enak, Allah SWT rupanya memberikan kekuatan hati padanya. Alih-alih menyesal dengan keputusan menjadi mualaf, Erwin bangkit ingin membuktikan bagaimana Islam yang sesungguhnya kepada keluarganya. ”Usai kejadian itu saya kerja,” tuturnya.

Upaya itu disebutnya agar orang tuanya melihat jika perubahan yang terjadi padanya tidak membuatnya mengalami kemunduran. Dan benar, setelah sibuk bekerja, karir bagus, dan mendapatkan penghasilan, Erwin mulai dipandang berbeda. Keluarga yang sebelumnya tidak suka kepadanya mulai melunak. Bahkan, untuk ibadah salat, dia tidak perlu menempuh jarak berkilo-kilo lagi. Cukup salat di rumah saja. ”Mungkin ketika itu mereka melihatnya, pilihan saya menjadi mualaf rupanya efeknya tidak seperti dibayangkan,” jelasnya.

Lebih lanjut, kedua orang tuanya juga berani membanggakan Erwin kepada para tetangga. Seiring berjalannya waktu, hubungannya dengan keluarga semakin baik. Pria berusia 45 tahun itu selain menjadi kebanggaan, juga acap kali menjadi penengah ketika ada problem yang dihadapi ayah dan ibunya atau saudara-saudaranya. Kini beberapa saudaranya juga mengikuti jejaknya sebagai seorang mualaf. ”Kami sekarang kerap duduk bersama dan berdiskusi,” tututnya.

Dia menambahkan, kesabaran kunci menghadapi ujian sejak mualaf. Erwin juga mampu tetap menjaga hubungan baik dengan keluarga yang menentangnya. Karena dia meyakini, Allah SWT yang membolak-balikkan hati umatnya.

Bagi Erwin, keteguhan hatinya mengimami Allah SWT bukanlah tanpa sebab. Keputusan menjadi mualaf muncul setelah banyak belajar, mengkaji, dan diskusi tentang Islam. Alhasil, dia mendapatkan sendiri bagaimana kelebihan Islam. Karena itu, keyakinan tentang Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sangatlah kuat. ”Jadi ketika itu meski cobaan seperti itu (banyak). Saya enggan untuk keluar dari Islam,” paparnya.

Semakin mendalam belajar Islam, Erwin mengaku kalau menemukan banyak keutamaan-keutamaan yang tidak didapatkan agama sebelumnya. Seperti salah satunya adalah ketenteraman batin yang luar biasa. ”Selagi mau berusaha dan berdoa segala persoalan pasti ada jalannya,” jelasnya.

Lalu, aturan-aturan mulai aktivitas yang kecil seperti masuk kamar mandi sampai hal besar ada di Islam. Ini menurutnya sangat luar biasa. ”Mereka yang rajin ibadah akan lebih tertata hidupnya. Lalu mereka yang rajin membaca dan memaknai Alquran insya Allah tidak akan tersesat,” tuturnya.

Kenapa? Karena segala sesuatu di dunia ada di dalam Alquran. Selain itu, salat juga menjadi sesuatu yang menakjubkan. Menurutnya, segala sesuatu yang dicurhatkan kepada Sang Pencipta bakal mendapatkan jawaban. ”Kalau itu masalah akan mendapatkan jalan penyelesaian,” jelasnya. Sedangkan apabila seorang minta rezeki, lanjutnya, juga pasti akan diberi sesuai kemampuan umat yang menerimanya.

Di Islam juga ada konsep zakat 2,5 persen yang harus dikeluarkan dari penghasilan. Hal tersebut menurutnya menjauhkan seseorang dari rasa sombong dan bisa membersihkan harta. ”Kalau rezekinya barokah, meski sedikit, nikmatnya luar biasa,” katanya. Berkat itu, Erwin berusaha menjaga sedekah. Dia juga berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan ibadah sunah dan wajib.

Erwin sendiri kini mengaku kalau mempunyai cita-cita untuk menguatkan ekonomi Islam. Maksudnya, ingin membantu saudara-saudara muslim atau mualaf untuk berwirausaha. Baginya, perjuangan tetap harus diimbangi dengan finansial kuat. ”Kalau keuangan bagus, selain jadi bisa mandiri, juga memudahkan untuk berjuang (bersedekah),” jelasnya.(rmc/c1/abm)

Perjuangan berat telah dilalui Erwin Tri Aryanto untuk menjadi mualaf. Dia ditentang semua keluarga, termasuk kedua orang tuanya. Bahkan, dia sempat dihantam benda keras oleh salah satu keluarga. Tetapi, imannya pada Allah sudah menancap kuat. Berikut penuturannya kepada wartawan Jawa Pos Radar Malang, Galih R. Prasetyo.

—————-

Tangan Erwin Tri Aryanto mengepal. Wajahnya juga terlihat ekspresif. Dirinya yang sore itu mengisahkan perjalanannya masuk Islam mengajak wartawan Jawa Pos Radar Malang flashback, merasakan momen ketika pertama kali Erwin diketahui menjadi mualaf. Diakuinya peristiwa saat itu selalu terkenang ketika membahas perjalanannya mengimani Allah SWT.

Menurut owner HBI Fresh itu, saat dirinya diketahui memeluk Islam, ada penolakan keras. Khususnya dari kakak juga ayah dan ibunya. ”Mereka kaget atau mungkin shock melihat perubahan besar dari dalam diri saya,” jelas Erwin. Sebab, diakuinya, sebelum menjadi muslim, dia merupakan jemaat yang sangat taat di agama sebelumnya. Dia kerap terlibat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

Kemarahan besar keluarganya saat itu disebut Erwin sampai dia bertengkar hebat. Bahkan, nyaris terjadi pertumpahan darah antara dia dan keluarganya. ”Saat itu saya dikasih pedang dan mereka juga pegang satu pedang,” kenangnya sembari matanya menerawang jauh. Tetapi, hal tersebut bisa dihindarkan usai dilerai dan semua benda tajam di rumahnya diamankan.

Menurut Erwin, ibunya juga sangat kecewa atas putusannya. Ibunya seperti tidak terima kalau anak yang dibesarkan dalam kepercayaan kuat sejak kecil memilih jalan agama yang berbeda. ”Saking mangkelnya, ibu bilang kalau air susu yang telah diberikan kepada saya suruh dikembalikan,” jelasnya.

Tubuh Erwin seperti kaku mendengar ucapan ibunya saat itu. Hatinya terasa patah melihat sang ibu sangat marah. Usai pernyataan itu, lanjutnya, Erwin menyerah kepada sang ibu untuk menebas tangannya. ”Saya bilang susu yang diberikan sudah menjadi darah. Kalau mengambilnya lagi tebas saja tangan ini,” tuturnya sembari mengulurkan lengannya menggambarkan peristiwa tersebut.

Selain itu, dia sempat dihantam pukulan keras oleh sang kakak. Setelah dua hari dari amarah hebat tersebut, titik klimaksnya adalah keluarga Erwin menerima dengan berat hati keputusan bapak 3 anak itu. Orang tuanya malu kalau sampai diketahui ada salah satu anggota keluarga masuk Islam. ”Saat itu mereka takut kalau dicap sebagai orang tua yang tidak mendidik anak. Alhasil, saya tidak boleh menunjukkan hal-hal berbau Islam,” paparnya.

Karena keluarganya di rumah menolak dia masuk Islam, pria asal Surabaya itu harus menempuh perjalanan jauh untuk salat di masjid. Dia kerap jalan kaki atau gowes untuk ke masjid. ”Kira-kira jarak rumah itu sekitar 10-20 kilometeran. Biasanya untuk menutupi kalau sudah Islam, saya berangkat dengan celana pendek dan sarungnya dimasukkan tas,” tuturnya menceritakan peristiwa saat itu.

Dia merasakan, suasana di rumah orang tuanya sangatlah tidak enak. Komunikasi dengan keluarga menjadi dingin. Dia juga harus menjalankan aktivitas keagamaan sendirian. Misalnya, saat momen Ramadan dia sahur dan buka puasa sendirian. Lalu, ketika Lebaran juga merayakan sendirian. ”Rasanya sedih saat itu melihat orang-orang merayakan Lebaran bisa dengan keluarga,” katanya.

Momen Lebaran pertama diakuinya cukup tragis. Pada kondisi itu, Erwin mengaku kalau mendapatkan cobaan dari Allah SWT. Motor yang baru diberikan orang tuanya hilang. Alhasil, ketika itu amarah orang tuanya semakin meninggi kepadanya. Sampai-sampai ada tuduhan gara-gara dia masuk Islam menjadi penyebabnya. Rasa frustrasi ketika itu membuat dia sempat pergi ke orang pintar (dukun) untuk mencari kendaraan yang hilang.

Meski dihadapkan kondisi tidak enak, Allah SWT rupanya memberikan kekuatan hati padanya. Alih-alih menyesal dengan keputusan menjadi mualaf, Erwin bangkit ingin membuktikan bagaimana Islam yang sesungguhnya kepada keluarganya. ”Usai kejadian itu saya kerja,” tuturnya.

Upaya itu disebutnya agar orang tuanya melihat jika perubahan yang terjadi padanya tidak membuatnya mengalami kemunduran. Dan benar, setelah sibuk bekerja, karir bagus, dan mendapatkan penghasilan, Erwin mulai dipandang berbeda. Keluarga yang sebelumnya tidak suka kepadanya mulai melunak. Bahkan, untuk ibadah salat, dia tidak perlu menempuh jarak berkilo-kilo lagi. Cukup salat di rumah saja. ”Mungkin ketika itu mereka melihatnya, pilihan saya menjadi mualaf rupanya efeknya tidak seperti dibayangkan,” jelasnya.

Lebih lanjut, kedua orang tuanya juga berani membanggakan Erwin kepada para tetangga. Seiring berjalannya waktu, hubungannya dengan keluarga semakin baik. Pria berusia 45 tahun itu selain menjadi kebanggaan, juga acap kali menjadi penengah ketika ada problem yang dihadapi ayah dan ibunya atau saudara-saudaranya. Kini beberapa saudaranya juga mengikuti jejaknya sebagai seorang mualaf. ”Kami sekarang kerap duduk bersama dan berdiskusi,” tututnya.

Dia menambahkan, kesabaran kunci menghadapi ujian sejak mualaf. Erwin juga mampu tetap menjaga hubungan baik dengan keluarga yang menentangnya. Karena dia meyakini, Allah SWT yang membolak-balikkan hati umatnya.

Bagi Erwin, keteguhan hatinya mengimami Allah SWT bukanlah tanpa sebab. Keputusan menjadi mualaf muncul setelah banyak belajar, mengkaji, dan diskusi tentang Islam. Alhasil, dia mendapatkan sendiri bagaimana kelebihan Islam. Karena itu, keyakinan tentang Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sangatlah kuat. ”Jadi ketika itu meski cobaan seperti itu (banyak). Saya enggan untuk keluar dari Islam,” paparnya.

Semakin mendalam belajar Islam, Erwin mengaku kalau menemukan banyak keutamaan-keutamaan yang tidak didapatkan agama sebelumnya. Seperti salah satunya adalah ketenteraman batin yang luar biasa. ”Selagi mau berusaha dan berdoa segala persoalan pasti ada jalannya,” jelasnya.

Lalu, aturan-aturan mulai aktivitas yang kecil seperti masuk kamar mandi sampai hal besar ada di Islam. Ini menurutnya sangat luar biasa. ”Mereka yang rajin ibadah akan lebih tertata hidupnya. Lalu mereka yang rajin membaca dan memaknai Alquran insya Allah tidak akan tersesat,” tuturnya.

Kenapa? Karena segala sesuatu di dunia ada di dalam Alquran. Selain itu, salat juga menjadi sesuatu yang menakjubkan. Menurutnya, segala sesuatu yang dicurhatkan kepada Sang Pencipta bakal mendapatkan jawaban. ”Kalau itu masalah akan mendapatkan jalan penyelesaian,” jelasnya. Sedangkan apabila seorang minta rezeki, lanjutnya, juga pasti akan diberi sesuai kemampuan umat yang menerimanya.

Di Islam juga ada konsep zakat 2,5 persen yang harus dikeluarkan dari penghasilan. Hal tersebut menurutnya menjauhkan seseorang dari rasa sombong dan bisa membersihkan harta. ”Kalau rezekinya barokah, meski sedikit, nikmatnya luar biasa,” katanya. Berkat itu, Erwin berusaha menjaga sedekah. Dia juga berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan ibadah sunah dan wajib.

Erwin sendiri kini mengaku kalau mempunyai cita-cita untuk menguatkan ekonomi Islam. Maksudnya, ingin membantu saudara-saudara muslim atau mualaf untuk berwirausaha. Baginya, perjuangan tetap harus diimbangi dengan finansial kuat. ”Kalau keuangan bagus, selain jadi bisa mandiri, juga memudahkan untuk berjuang (bersedekah),” jelasnya.(rmc/c1/abm)

Wajib Dibaca

Artikel Terbaru