24.1 C
Malang
Wednesday, 29 March 2023

Sibuk Refocusing, Belanja APBD Malang Raya Masih Rendah

MALANG KOTA – Di pertengahan triwulan kedua 2021, tercatat serapan belanja daerah di Malang Raya masih cukup rendah. Tak ada yang sampai menyentuh angka 20 persen.

Di Kota Malang, dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) senilai Rp 2,5 triliun, baru terserap 17,48 persen. Jika dihitung berdasarkan persentase tersebut, diketahui baru ada dana Rp 446,5 miliar yang telah digunakan.

”(Meski terbilang rendah, red), tetapi jumlah tersebut (sudah) naik dari (periode yang sama di) tahun lalu yang hanya berkisar di angka 12 persen,” kata Wali Kota Malang Sutiaji.

Politikus Partai Demokrat itu mengaku telah mendorong seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) untuk segera melaksanakan program kerja sesuai dokumen pelaksanaan anggaran (DPA).

Dia lantas mengambil contoh megaproyek Malang Creative Center (MCC) yang bakal mulai dibangun tahun ini. Proyek yang diprediksi bakal menghabiskan dana sekitar Rp 125 miliar itu sudah melalui masa tender. Bila proyek tersebut dan program-program lainnya mulai berjalan, Sutiaji optimistis jika pascalebaran target realisasi belanja daerah bisa menyentuh angka 20 persen.

Di tempat lain, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika, juga meminta Pemkot Malang lebih tegas dalam pengalokasian APBD. Dia mewanti-wanti agar pemkot juga berfokus pada program pemulihan ekonomi selama pandemi Covid-19.

”Saya kalau melihat serapan APBD itu rasanya harus didorong lagi, agar pemulihan ekonomi kita cepat pulih dan pembangunan pun dapat (dilakukan secara) merata,” kata politikus PDI Perjuangan itu.

Pria kelahiran Buleleng, Bali, itu juga berharap Pemkot bisa mengingat hasil evaluasi di tahun 2020 lalu. Saat sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tercatat di angka Rp 500 miliar. Meski angka Silpa itu akan dibelanjakan Pemkot Malang pada APBD tahun ini, dia berharap catatan itu tak terulang lagi. Secara umum, dia melihat bila ”jalan terjal” penyerapan APBD itu harus bisa dilewati Pemkot.

Di tempat lain, yakni Kota Batu, persentase serapan belanjanya diketahui lebih sedikit dibandingkan Kota Malang. Dari total APBD senilai Rp 1 triliun hingga awal Mei baru terserap 16,5 persen. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Batu M. Chori menyebut bila angka itu sudah lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Di mana saat itu serapan belanja daerah baru berkisar di angka 9,5 persen. Kepada Jawa Pos Radar Malang, dia juga merinci beberapa penyebab dibalik rendahnya angka penyerapan tersebut.

”Salah satunya karena pengaruh (kebijakan) pemerintah, yang menyebut bila 8 persen dana alokasi umum (DAU) harus dianggarkan untuk penanganan Covid-19. Maka dari itu harus dilakukan penyesuaian,” kata dia.

Penyesuaian lainnya juga harus dilakukan pihaknya pada dana transfer umum sebesar 25 persen, yang wajib di-plot untuk pemulihan ekonomi. ”Kemudian penggunaan anggaran DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) sebesar 25 persen untuk kesehatan, peningkatan kesejahteraan, penegakan hukum, dan dana bagi hasil provinsi. Semua harus lebih spesifik (peruntukannya), makanya harus disesuaikan. Kalau tidak (dilakukan), maka dana tidak bisa ditransfer,” imbuh Chori.

Selain itu, dia juga menyebut bila sistem informasi pembangunan daerah (SIPD) juga sempat menemui kendala. ”Dengan SIPD yang belum optimal, bukan berarti (program) tidak berjalan. Di kami ada Simda, itu kami gunakan, tetapi semua transaksi di Simda harus direkam, lalu nanti diinput ke SIPD supaya sama,” kata dia.

Dari catatan pihaknya, diketahui pula beberapa OPD dengan tingkat penyerapan terendah. Salah satunya yakni Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan, yang baru mencatatkan penyerapan sebesar 3,12 persen dari anggaran Rp 65 miliar.

Angka penyerapan tertinggi hingga awal Mei dicatatkan dinas komunikasi dan informatika (diskominfo) sebesar 27,4 persen dari total anggaran Rp 17 miliar. Sedangkan untuk catatan belanja terbesar Pemkot Batu hingga awal Mei adalah pembiayaan BPJS Kesehatan bagi warga Kota Batu. Untuk memenuhinya, sudah ada anggaran Rp 36,4 miliar yang dialokasikan.

Berikutnya yakni pembangunan infrastruktur jalan, yang sudah tercairkan Rp 32,9 miliar. Selanjutnya adalah pengembangan kawasan permukiman, yang sudah menyerap anggaran Rp 18,9 miliar.

”Kemudian ada pengelolaan dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk pelajar SD, senilai Rp 11,1 miliar,” kata Chori.

Berikutnya, hingga awal bulan Mei 2021 ini, serapan belanja daerah di Kabupaten Malang masih berkisar di angka 11,9 persen. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Malang Wahyu Kusniati mengakui bila persentase itu bisa dibilang rendah.

Namun, menurut dia, itu juga terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia. Salah satu alasan utama yang mendasarinya karena adanya proses refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. ”Jadi ini sesuai dengan peraturan menteri keuangan,” kata dia.

Dari proses refocusing itu, diketahui ada beberapa anggaran belanja yang dirasa kebutuhannya belum mendesak. Dan akhirnya dananya di alihkan untuk kegiatan pemulihan ekonomi plus penanganan Covid-19.

”Nah itu kan melalui perubahan penjabaran APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah). Ya ini kami masih berproses. Serapan anggaran agak terlambat karena proses itu,” tambah Wahyu.

Namun, dia menyebut bila setelah Hari Raya Idul Fitri, proses perubahan anggaran itu bakal diselesaikan pemkab. Sehingga kekurangan serapan belanja daerah akan terus dikejar.

”(Pascalebaran) sudah bisa running lah. Sudah mulai bisa mencairkan sesuai dengan hasil recofusing itu tadi,” kata dia. Dia juga menambahkan bila tak semua program akan terkena dampak refocusing. Beberapa anggaran yang tak bisa diotak-atik tetap dicairkan.

”Seperti anggaran untuk gaji, honor, bayar listrik, air, telepon, tunjangan hari raya (THR) untuk para ASN juga. Itu kan istilahnya kebutuhan rutin yang harus ada. Itu tetap, tidak hilang,” tambah Wahyu.

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, dia juga menyebut bila belanja pemerintah daerah di awal-awal tahun memang punya kecenderungan sedikit lambat. Alasannya karena di bulan-bulan awal, kebanyakan masih dalam proses mempersiapkan dokumen.

”Biasanya mulai kencang pencairan anggaran itu ya mulai bulan Mei ini. Dari tahun ke tahun ya memang seperti itu sih. Apalagi ini ada recofusing,” imbuh dia.

Senada dengannya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malang Wahyu Hidayat juga menjelaskan bila penyerapan belanja daerah relatif rendah di awal tahun. ”Namun kekurangan itu pasti akan terus kami kejar, hingga akhirnya pada tutup buku target bisa tercapai,” kata dia. (adn/nug/fik/by/fia)

MALANG KOTA – Di pertengahan triwulan kedua 2021, tercatat serapan belanja daerah di Malang Raya masih cukup rendah. Tak ada yang sampai menyentuh angka 20 persen.

Di Kota Malang, dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) senilai Rp 2,5 triliun, baru terserap 17,48 persen. Jika dihitung berdasarkan persentase tersebut, diketahui baru ada dana Rp 446,5 miliar yang telah digunakan.

”(Meski terbilang rendah, red), tetapi jumlah tersebut (sudah) naik dari (periode yang sama di) tahun lalu yang hanya berkisar di angka 12 persen,” kata Wali Kota Malang Sutiaji.

Politikus Partai Demokrat itu mengaku telah mendorong seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) untuk segera melaksanakan program kerja sesuai dokumen pelaksanaan anggaran (DPA).

Dia lantas mengambil contoh megaproyek Malang Creative Center (MCC) yang bakal mulai dibangun tahun ini. Proyek yang diprediksi bakal menghabiskan dana sekitar Rp 125 miliar itu sudah melalui masa tender. Bila proyek tersebut dan program-program lainnya mulai berjalan, Sutiaji optimistis jika pascalebaran target realisasi belanja daerah bisa menyentuh angka 20 persen.

Di tempat lain, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika, juga meminta Pemkot Malang lebih tegas dalam pengalokasian APBD. Dia mewanti-wanti agar pemkot juga berfokus pada program pemulihan ekonomi selama pandemi Covid-19.

”Saya kalau melihat serapan APBD itu rasanya harus didorong lagi, agar pemulihan ekonomi kita cepat pulih dan pembangunan pun dapat (dilakukan secara) merata,” kata politikus PDI Perjuangan itu.

Pria kelahiran Buleleng, Bali, itu juga berharap Pemkot bisa mengingat hasil evaluasi di tahun 2020 lalu. Saat sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tercatat di angka Rp 500 miliar. Meski angka Silpa itu akan dibelanjakan Pemkot Malang pada APBD tahun ini, dia berharap catatan itu tak terulang lagi. Secara umum, dia melihat bila ”jalan terjal” penyerapan APBD itu harus bisa dilewati Pemkot.

Di tempat lain, yakni Kota Batu, persentase serapan belanjanya diketahui lebih sedikit dibandingkan Kota Malang. Dari total APBD senilai Rp 1 triliun hingga awal Mei baru terserap 16,5 persen. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Batu M. Chori menyebut bila angka itu sudah lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Di mana saat itu serapan belanja daerah baru berkisar di angka 9,5 persen. Kepada Jawa Pos Radar Malang, dia juga merinci beberapa penyebab dibalik rendahnya angka penyerapan tersebut.

”Salah satunya karena pengaruh (kebijakan) pemerintah, yang menyebut bila 8 persen dana alokasi umum (DAU) harus dianggarkan untuk penanganan Covid-19. Maka dari itu harus dilakukan penyesuaian,” kata dia.

Penyesuaian lainnya juga harus dilakukan pihaknya pada dana transfer umum sebesar 25 persen, yang wajib di-plot untuk pemulihan ekonomi. ”Kemudian penggunaan anggaran DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) sebesar 25 persen untuk kesehatan, peningkatan kesejahteraan, penegakan hukum, dan dana bagi hasil provinsi. Semua harus lebih spesifik (peruntukannya), makanya harus disesuaikan. Kalau tidak (dilakukan), maka dana tidak bisa ditransfer,” imbuh Chori.

Selain itu, dia juga menyebut bila sistem informasi pembangunan daerah (SIPD) juga sempat menemui kendala. ”Dengan SIPD yang belum optimal, bukan berarti (program) tidak berjalan. Di kami ada Simda, itu kami gunakan, tetapi semua transaksi di Simda harus direkam, lalu nanti diinput ke SIPD supaya sama,” kata dia.

Dari catatan pihaknya, diketahui pula beberapa OPD dengan tingkat penyerapan terendah. Salah satunya yakni Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan, yang baru mencatatkan penyerapan sebesar 3,12 persen dari anggaran Rp 65 miliar.

Angka penyerapan tertinggi hingga awal Mei dicatatkan dinas komunikasi dan informatika (diskominfo) sebesar 27,4 persen dari total anggaran Rp 17 miliar. Sedangkan untuk catatan belanja terbesar Pemkot Batu hingga awal Mei adalah pembiayaan BPJS Kesehatan bagi warga Kota Batu. Untuk memenuhinya, sudah ada anggaran Rp 36,4 miliar yang dialokasikan.

Berikutnya yakni pembangunan infrastruktur jalan, yang sudah tercairkan Rp 32,9 miliar. Selanjutnya adalah pengembangan kawasan permukiman, yang sudah menyerap anggaran Rp 18,9 miliar.

”Kemudian ada pengelolaan dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk pelajar SD, senilai Rp 11,1 miliar,” kata Chori.

Berikutnya, hingga awal bulan Mei 2021 ini, serapan belanja daerah di Kabupaten Malang masih berkisar di angka 11,9 persen. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Malang Wahyu Kusniati mengakui bila persentase itu bisa dibilang rendah.

Namun, menurut dia, itu juga terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia. Salah satu alasan utama yang mendasarinya karena adanya proses refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. ”Jadi ini sesuai dengan peraturan menteri keuangan,” kata dia.

Dari proses refocusing itu, diketahui ada beberapa anggaran belanja yang dirasa kebutuhannya belum mendesak. Dan akhirnya dananya di alihkan untuk kegiatan pemulihan ekonomi plus penanganan Covid-19.

”Nah itu kan melalui perubahan penjabaran APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah). Ya ini kami masih berproses. Serapan anggaran agak terlambat karena proses itu,” tambah Wahyu.

Namun, dia menyebut bila setelah Hari Raya Idul Fitri, proses perubahan anggaran itu bakal diselesaikan pemkab. Sehingga kekurangan serapan belanja daerah akan terus dikejar.

”(Pascalebaran) sudah bisa running lah. Sudah mulai bisa mencairkan sesuai dengan hasil recofusing itu tadi,” kata dia. Dia juga menambahkan bila tak semua program akan terkena dampak refocusing. Beberapa anggaran yang tak bisa diotak-atik tetap dicairkan.

”Seperti anggaran untuk gaji, honor, bayar listrik, air, telepon, tunjangan hari raya (THR) untuk para ASN juga. Itu kan istilahnya kebutuhan rutin yang harus ada. Itu tetap, tidak hilang,” tambah Wahyu.

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, dia juga menyebut bila belanja pemerintah daerah di awal-awal tahun memang punya kecenderungan sedikit lambat. Alasannya karena di bulan-bulan awal, kebanyakan masih dalam proses mempersiapkan dokumen.

”Biasanya mulai kencang pencairan anggaran itu ya mulai bulan Mei ini. Dari tahun ke tahun ya memang seperti itu sih. Apalagi ini ada recofusing,” imbuh dia.

Senada dengannya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malang Wahyu Hidayat juga menjelaskan bila penyerapan belanja daerah relatif rendah di awal tahun. ”Namun kekurangan itu pasti akan terus kami kejar, hingga akhirnya pada tutup buku target bisa tercapai,” kata dia. (adn/nug/fik/by/fia)

Wajib Dibaca

Artikel Terbaru