KARANGPLOSO – Memasuki bulan Ramadan, harga telur broiler di pasaran terus merangkak naik. Dari sebelumnya Rp 27 ribu menjadi Rp 29 ribu per kilogram. Meski harga bagus, peternak ayam petelur masih belum bisa tertawa lepas. Karena selain harga pakan yang sebelumnya naik, peternak juga mengeluhkan kondisi ayam yang terserang penyakit.
”Sehingga dapat untung sedikit. Tidak terlalu banyak,” terang Nadia, 47 salah satu peternak ayam petelur di Desa Ampeldento, Kecamatan Karangploso, Kamis (23/3) kemarin. Dia menegaskan, kenaikan harga pakan ayam berlangsung sejak dua pekan lalu. Mulanya, harga pakan ayam Rp 300 ribu per karung, kini dibanderol Rp 335 ribu per karung. Untuk satu karung berisi 50 kilogram pakan.
Selain itu, anomali cuaca juga membuat ayam petelur miliknya banyak yang terserang penyakit. Dari 3.840 ayam petelur peliharaannya, kurang lebih 540 ayam terkena penyakit. “D iantaranya terinfeksi coryza, cacingan, dan terkena flu atau ngorok,” katanya.
Akibatnya jumah produksi telur pun menurun. Jika di waktu normal, ayam milik bisa menghasilkan 3.600 butir, kini hanya mentok di angka 3.300 butir. Alhasil keuntungan yang didapat disebut tidak terlalu meningkat. “Karena terpotong biaya pakan, biaya obat-obatan. Jadinya tidak terlalu mendapat untung banyak,” katanya.
Memang, bulan Ramadan ini permintaan telur mengalami kenaikan. Bahkan yang tidak biasa berlangganan membeli telur, Nadia menyebut ada saja yang langsung datang membeli di tempatnya. “Harga kandang saya jual Rp 26 ribu per kilo,” katanya.
Sementara itu, Tarmini, 35, salah satu karyawan menyebutkan, risiko ternak ayam petelur harus siap suka dan duka. Mulai dari anjloknya harga telur, tingginya harga pakan, hingga ayam terkena penyakit. Namun, sebagai karyawan, ia tetap bekerja sebagai tupoksi seperti mengambil telur, memberikan makan ayam, memberikan vitamin dan membersihkan kandang supaya tidak terkena bakteri. “Karena kalau tidak dibersihkan apalagi saat ini musim hujan, ayam bisa terserang penyakit,” tutupnya. (nif/nay)