MALANG-Seperti pada pembacaan dakwaan pekan lalu, sidang kasus pelecehan seksual dengan terdakwa Julianto Eka Putra diwarnai aksi demo. Kali ini, unjuk rasa dilakukan massa dari berbagai elemen, khususnya Lembaga Perlindungan Anak (LPA) se-Malang Raya dan Pasuruan.
Massa kompak meminta para hakim menjatuhkan hukuman setimpal kepada Julianto. Mereka juga mempertanyakan mengapa hingga saat ini terdakwa tidak ditahan. ”Mengapa seseorang yang sudah didakwa dengan ancaman hukuman di atas lima tahun dan kasusnya sudah lama, lalu si Julianto yang sudah dinyatakan terdakwa pada sidang pertama tidak di tahan. Ini tidak lazim di mana-mana,” ucap Arist Merdeka Sirait yang kemarin juga mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Batu.
Arist mengaku telah 37 mendampingi korban-korban kasus pelecehan seksual pada anak. Semua tersangkanya ditahan. Contohnya kasus pelecehan seksual pada anak di Bandung, pelakunya juga ditahan. Dia pun mempertanyakan apakah kasus di Kota Batu ini ”masuk angin” atau mengendap.
Kini, Komnas PA berharap terdakwa dijemput, ditangkap, dan ditahan untuk mempersiapkan sidang berikutnya pada 9 Maret mendatang. Menurut Arist, hal itu penting agar Julianto tak melarikan diri, juga tak menghilangkan barang bukti dan bisa dipanggil setiap saat. ”Kami sudah menyurati Jaksa Agung dan Mahkamah Agung agar memberikan atensi terhadap perkara ini,” tegas dia.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Batu Supriyanto mengatakan bahwa kasus tersebut akan ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. Hal itu perlu dilakukan guna menunjukkan bahwa penanganan kasus pelecehan seksual ada dalam lingkaran asas cepat, sederhana, dan biaya murah.
”Saya konsen dan setiap saat melakukan monitoring terhadap JPU yang menuntut. Saya serta Ketua Komnas PA juga komitmen untuk menjaga anak, karena ini kasus anak. Terlepas nanti tersangka dinyatakan bersalah atau tidak, itu urusan fakta sidang,” terangnya.
Mengiringi persidangan yang ditunda kemarin, Alun-Alun Kota Batu juga dipenuhi karangan bunga dan poster. Isinya berupa seruan moral penegakan hukum dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan bos sekolah SPI.
Karangan bunga itu datang dari berbagai kelompok masyarakat. Seperti Repdem, Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Pausaga Mediatama, Pemuda Pancasila, dan beberapa elemen masyarakat lainnya.
Ketua Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI) Fuad Dwiyono mengatakan bahwa aksi tersebut memang dilakukan oleh Komnas PA Pusat, Komnas PA Jatim, Komnas PA Batu, serta berbagai organisasi lainnya. ”Lewat aksi ini, kami mendorong masyarakat dan pemerintah untuk peduli terhadap anak, segera menuntaskan kasus SPI, sekaligus dukungan kepada pengadilan agar tak ragu dalam menindak,” pungkas dia. (biy/fif/fat)