MALANG KOTA – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Malang langsung bereaksi setelah mendengar kabar ada pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) Covid-19. Mereka berjanji mengusut kebenaran informasi tersebut. Jika memang benar ada pemotongan, pihak rumah sakit juga akan mencari oknum yang disebut-sebut tega memangkas insentif hingga 60 persen itu.
Sebagaimana diberitakan di Koran Radar Malang, sebanyak 80 relawan tenaga kesehatan (nakes) khusus Covid-19 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Malang per akhir Desember 2021 lalu, status mereka sebagai relawan nakes terpaksa ”diberhentikan” lantaran kasus positif Covid-19 sudah sangat minim. Muncul juga keluhan bahwa insentif mereka selama bertugas dipotong oleh oknum rumah sakit. Seharusnya, jumlah insentif yang digelontorkan mulai 2020 itu sebesar Rp 7, 5 juta per bulan. Namun, beberapa nakes melaporkan bahwa mereka tidak bisa menikmati insentif itu secara utuh. Pemotongan dilakukan oleh oknum nakes yang berstatus sebagai kepala ruangan. Tak tanggung-tanggung, pemotongan bernuansa pungutan liar (pungli) itu mencapai separo dari total insentif.
Sembari melakukan pengusutan, mereka juga menjelaskan bahwa RSUD Kota Malang sebenarnya bukan RS rujukan Covid-19. Seharusnya, di rumah sakit tersebut tidak ada insentif untuk penanganan pasien virus corona baru. Sebab insentif itu hanya diberikan kepada nakes di RS rujukan Covid-19.
Namun saat kasus Covid-19 di Kota Malang melonjak pada pertengahan 2020, mau tak mau RSUD membuka layanan tersebut. Secara otomatis, dokter dan perawat yang khusus menangani Covid-19 harus dicari. ”Kami memutuskan untuk membuka pendaftaran nakes kala itu,” kata Ketua Satgas Covid-19 RSUD Kota Malang dr Raden Ayu Siti Juhariyah SpP saat ditemui kemarin siang (10/1).
Dengan kronologi seperti itu, perlakuan terhadap nakes yang menangani Covid-19 di RSUD Kota Malang bisa saja berbeda-beda. Sebab ada beberapa syarat seorang nakes relawan Covid-19 bisa mendapatkan insentif dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Di antaranya, nama nakes sudah tercatat di website Kemenkes beserta RS tempat dia bertugas. Lalu, nakes tersebut harus mengantongi surat tanda registrasi (STR). Syarat lainnya, nakes tersebut harus tergabung dalam tim yang menangani pasien di ruang isolasi.
Dokter yang lebih dikenal dengan nama Ria itu menjelaskan, besaran insentif yang diterima para nakes bisa berbeda. Utamanya bergantung pada jam bertugas. Misalnya untuk perawat yang mendapat insentif Rp 7,5 juta per bulan, mereka harus berjaga total 14 hari. Tak hanya itu, nakes tersebut juga harus bekerja dengan tim dengan perbandingan satu pasien dirawat 8 nakes, termasuk dokter spesialis. Untuk status nakes yang sifatnya relawan, pihak RSUD juga telah mengoptimalkan pemberian reward. Selain insentif juga ada adalah pemenuhan gaji bulanan secara rutin. ”Pemberian gaji juga ada dasarnya, yakni peraturan wali kota, dengan besaran Rp 3,2 juta per bulan,” beber Ria.
Karena itu, Ria memastikan tidak ada pemotongan insentif nakes oleh pihak rumah sakit. Justru, lanjutnya, insentif dari beberapa nakes Covid-19 disumbangkan sebagian secara ikhlas kepada para relawan yang tak mendapat insentif karena aturan dan persyaratan. Sumbangan itu diberikan lantaran pada awal kemunculan kabar adanya insentif dari Kemenkes, banyak relawan nakes yang eksodus ke RS Lapangan di Ijen Boulevard. ”Alasan eksodus kala itu hanya satu, insentif yang lebih besar jika dibanding gajinya,” imbuh dokter spesialis paru-paru itu.
Terkait kabar pemotongan insentif bernuansa pungutan liar (pungli) oleh oknum, Ria berjanji segera melakukan penelusuran. Agar bisa cepat selesai, dia meminta kepada 80 relawan nakes terbuka dan mau berkomunikasi dengan pihak rumah sakit. Itu sangat penting untuk mendapatkan bukti terjadinya pemotongan.
Hal yang sama diungkapkan Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Malang Ns. Bagong Priyantono. Dia menegaskan, setiap insentif yang masuk ke nakes pasti sudah sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Jika ada oknum yang kedapatan memotong insentif para nakes untuk kepentingan sendiri, maka jalur hukum harus ditempuh. ”Jika memang relawan itu terdaftar mendapat insentif, maka itu sudah menjadi haknya,” katanya.
Meski para relawan nakes berstatus relawan kontak kerja jangka waktu tertentu, Bagong berharap pihak RS tetap memenuhi semua fasilitas yang dijanjikan sesuai aturan. Sebab penanganan Covid-19 juga tak bisa dianggap remeh. ”Jika sudah masa habis kontrak, maka semua hak yang dijanjikan oleh pihak RS juga harus jelas. Begitu juga dengan nakes harus patuh dengan aturan,” harap Bagong. (adn/fat)