25.9 C
Malang
Wednesday, 22 March 2023

Pewarta Malang Desak Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis Diusut Tuntas

MALANG KOTA – “Jurnalis Bukan Manekin”, itulah yang disampaikan puluhan jurnalis yang melakukan aksi damai di Balaikota Malang Pada Senin (19/10). Aksi Demo tersebut menyuarakan kekerasan verbal dan fisik kepada para awak media beberapa waktu ini, utamanya pada 15 jurnalis ketika Aksi Demo Tolak UU Omnibus law Cipta Kerja pada Kamis (18/10) kemarin.

“Manekin itu sebagai simbol bahwa jurnalis tidak boleh diam. Manekin itu suatu barang pajangan. Kami bukan pajangan, kami punya hak untuk informasi, dan jurnalis juga tidak boleh yang diam saja ketika menghadapi atau mengalami kekerasan. Dia harus berani bersuara, dia harus berani protes,” ungkap Zainul Arifin, Jubir Solidaritas Jurnalis Malang Raya Anti Kekerasan.

Ia menuturkan, para jurnalis yang turun aksi pada hari ini memprotes keras tindakan represi ataupun perlakuan oleh pihak kepolisian yang bertindak brutal saat aksi unjuk rasa omnibus law pada pekan kemarin terhadap semua orang, termasuk kepada wartawan yang sedang melakukan kerja jurnalistik.

Sehingga ia meminta pihak kepolisian RI dalam hal ini Polresta Malang Kota untuk mengusut tuntas kasus itu.

“Karena ini tidak hanya sekali. Pada saat aksi tolak reformasi KPK dulu ada banyak teman-teman jurnalis yang juga disensor atau diminta kepolisian untuk dilarang meliput. Ini adalah sebuah insiden yang terus berulang-ulang,” paparnya.

Ia pun memberikan contoh salah seorang awak media yang berdiri di antara kerumunan demonstran, lalu kepolisian kemudian menarik dan memukulnya.

“Bahkan sempat menendang, meskipun yang bersangkutan sudah berteriak menjelaskan bahwa dia adalah jurnalis. Dan ada sekitar 4 orang lagi yang sudah jelas menyebutkan profesinya adalah jurnalis tapi masih saja dirampas kameranya untuk diminta filenya dihapus. Ini sebuah kekerasan baik fisik maupun verbal, yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh siapapun itu,” tandasnya.

Pewarta : Errica Vannie

MALANG KOTA – “Jurnalis Bukan Manekin”, itulah yang disampaikan puluhan jurnalis yang melakukan aksi damai di Balaikota Malang Pada Senin (19/10). Aksi Demo tersebut menyuarakan kekerasan verbal dan fisik kepada para awak media beberapa waktu ini, utamanya pada 15 jurnalis ketika Aksi Demo Tolak UU Omnibus law Cipta Kerja pada Kamis (18/10) kemarin.

“Manekin itu sebagai simbol bahwa jurnalis tidak boleh diam. Manekin itu suatu barang pajangan. Kami bukan pajangan, kami punya hak untuk informasi, dan jurnalis juga tidak boleh yang diam saja ketika menghadapi atau mengalami kekerasan. Dia harus berani bersuara, dia harus berani protes,” ungkap Zainul Arifin, Jubir Solidaritas Jurnalis Malang Raya Anti Kekerasan.

Ia menuturkan, para jurnalis yang turun aksi pada hari ini memprotes keras tindakan represi ataupun perlakuan oleh pihak kepolisian yang bertindak brutal saat aksi unjuk rasa omnibus law pada pekan kemarin terhadap semua orang, termasuk kepada wartawan yang sedang melakukan kerja jurnalistik.

Sehingga ia meminta pihak kepolisian RI dalam hal ini Polresta Malang Kota untuk mengusut tuntas kasus itu.

“Karena ini tidak hanya sekali. Pada saat aksi tolak reformasi KPK dulu ada banyak teman-teman jurnalis yang juga disensor atau diminta kepolisian untuk dilarang meliput. Ini adalah sebuah insiden yang terus berulang-ulang,” paparnya.

Ia pun memberikan contoh salah seorang awak media yang berdiri di antara kerumunan demonstran, lalu kepolisian kemudian menarik dan memukulnya.

“Bahkan sempat menendang, meskipun yang bersangkutan sudah berteriak menjelaskan bahwa dia adalah jurnalis. Dan ada sekitar 4 orang lagi yang sudah jelas menyebutkan profesinya adalah jurnalis tapi masih saja dirampas kameranya untuk diminta filenya dihapus. Ini sebuah kekerasan baik fisik maupun verbal, yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh siapapun itu,” tandasnya.

Pewarta : Errica Vannie

Wajib Dibaca

Artikel Terbaru