MALANG KOTA-Psikis Mentik, korban penyiksaan dan dugaan pemerkosaan benar-benar labil. Dia selalu menangis saat akan dimintai keterangan penyidik. Bahkan pada agenda tambahan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Selasa kemarin (23/11), kondisi korban tidak bagus. Sehingga pemeriksaan sempat dihentikan. “Karena sudah tidak stabil, pendamping sempat dihentikan karena korban akan dibawa ke shelter Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Timur di Batu,” ungkap kuasa hukum korban Leo Permana SH MHum.
Untungnya, penyidikan bisa dilanjutkan karena ada pendampingan psikolog baik dari tim trauma healing Polresta Malang Kota maupun yang dibawa oleh tim kuasa hukum. Salah satu di antara tim yang menangani psikis korban ialah Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT). “Kami bawa psikolog juga untuk mendampingi korban dan pelaku karena masih anak,” terang Ketua Umum JKJT Agustinus Tedja Bawana.
Dia menyebut bahwa pihaknya sempat bersikeras dengan penyidik UPPA Satreskrim Polresta Malang Kota. Hal ini dikarenakan dugaan salah penanganan oleh kepolisian. “Dua hari pertama itu korban tanpa pendamping psikolog, kemudian terkesan represif yang membuat psikis korban itu tertekan. Apalagi sekali waktu kuasa hukum dan psikologis tidak boleh masuk saat penyidikan,” beber dia.
Artinya, kepolisian memperlakukan korban hampir serupa dengan pelaku, yakni penyidikan yang diselingi bentakan. Hal itulah yang membuat korban sempat akan dibawa ke shelter di Batu. “Kemudian tim trauma healing pakai seragam, ini bisa takut si korban. Sementara saat sama psikolog dari kami dia bisa nyaman,” kata dia. Untungnya, korban bisa berangsur pulih dan hingga pukul 18.30, pemeriksaan bisa dilanjutkan.
Wartawan koran ini sempat mencoba wawancara dengan ibu korban berinisial A. Kini, dia mengaku menghadapi suatu ketakutan. “Saya hanya pembantu, lalu bagaimana saya bisa membenahi keadaan anak saya?,” tanya dia melalui Agustinus Tedja yang mendampinginya. Terakhir, dia meminta perkara ini tuntas. “Saya hanya minta keadilan seadil-adilnya,” pungkas dia. (biy/nj5/abm)