SURABAYA – Mantan Bupati Malang Rendra Kresna kembali harus berhadapan dengan hukum. Padahal, ia belum selesai menjalani vonis hukuman kasus korupsi selama 5,7 tahun sejak Mei 2019 lalu, perkara baru harus dihadapinya.
Kali ini dalam perkara dugaan gratifikasi. Sidang lanjutan dengan saksi Eryk Armando Talla digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jatim di Sidoarjo kemarin sore (2/3).
Dalam kesaksiannya itu, Eryk membeber ada cipratan fee kepada Rendra Kresna. Untuk fee dari total 5 paket pekerjaan, dituliskan pada secarik kertas dengan kalimat kepada ”Sinuwun”. Sinuwun merupakan sebutan bagi Bupati Rendra Kresna saat itu. Dirinci oleh Eryk yang juga teman Rendra itu, dari total Rp 2,6 miliar, ada fee senilai 15 persen untuk ”Sinuwun”.
”Sementara yang baru diberikan kepada Pak Rendra (Rendra Kresna, Red) hanya Rp 1,6 miliar,” kata Eryk dalam keterangannya di persidangan melalui video conference kemarin.
Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH. Hadir pula tim Jaksa Penuntut Umum KPK Arif Suhermanto dan Joko Hermawan. Sedangkan Jaksa Eva Yustisiana mengikuti sidang secara online dari KPK Jakarta.
Berdasarkan surat dakwaan, Rendra disidang atas dasar tiga penerimaan ”upeti” proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. Tiga kali setoran diberikan kepada mantan politikus Partai Golkar ini.
Sedangkan peranan Eryk hanya dua kali. Pertama, setoran senilai Rp 3,8 miliar dari rekanan Mashud Yunasa dan senilai Rp 1 miliar dari Suharjito. Sementara satu lagi penyerahan senilai Rp 1,5 miliar diterima dari Romdoni tanpa peran serta Eryk.
Untuk setoran dari Mashud Yunasa, menariknya, awalnya job tersebut sebenarnya diperoleh Suharjito yang telah terlebih dahulu memberikan fee kepada Eryk sebesar Rp 1 miliar. Entah mengapa, di tengah perjalanan, job proyek diberikan Eryk ke Mashud Yunasa. Sedangkan, dalam persidangan tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa ”upeti” dari Romdoni senilai Rp 1,5 miliar diserahkan sebanyak dua kali di 2017. Masing-masing Rp 750 juta di Pringgitan Pendapa Kabupaten Malang dan rumah pribadi Rendra Kresna di Kecamatan Pakis.
Eryk juga menceritakan bagaimana awalnya Mashud Yunasa ingin mendapatkan paket pekerjaan di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tersebut. Apalagi di tahun-tahun sebelumnya Mashud pernah berupaya mengikuti lelang proyek di dinas pendidikan, tapi selalu gagal.
”Bagaimana dengan kesepakatan pemberian fee dari Mashud Yunasa?” tanya Eva Yustisiana.
”Disepakati total fee itu 22,5 persen dari nilai kontrak. Di situ sudah termasuk semuanya. Nilainya sekitar Rp 7,1 miliar. Tapi Mashud Yunasa menyetorkan Rp 4,8 miliar. Makanya untuk tahun berikutnya proyek dana alokasi khusus (DAK) itu beralih ke orang lain. Karena Mashud masih ada kekurangan setoran,” kata Eryk.
”Dari total fee tersebut, ada yang saudara setorkan ke bupati? Rendra Kresna?” tanya Eva lagi.
”Ada. Dari nilai proyek ada jatah untuk bupati itu 7,5 persen. Termasuk untuk kegiatan pemilihan Ketua KNPI Kabupaten Malang Rp 100 juta, juga ada setoran Rp 500 juta di Pringgitan dan dana untuk kegiatan bina desa. Semua yang saya lakukan sudah sepengetahuan Pak Rendra,” kata Eryk.
Sementara peranan Eryk sebagai ”pelayan” Rendra terungkap tak sepenuhnya jujur. Terbukti dia menggunakan uang senilai Rp 1 miliar yang dia terima dari Suharjito untuk kepentingan pribadinya. Tanpa sepengetahuan Rendra Kresna.
”Informasinya sudah sepengetahuan terdakwa (Rendra Kresna,Red), tapi ternyata dibantah oleh terdakwa kok?” ujar penasihat hukum Haris Fajar SH MH.
Terdakwa Rendra Kresna juga dihadirkan di Pengadilan Tipikor Surabaya dari Lapas Porong, Sidoarjo. Seperti diketahui, Rendra tengah menjalani hukuman sebagai terpidana kasus yang pertama, yaitu kasus suap. Sedangkan terdakwa Eryk Armando Talla memberikan keterangan secara online via video conference dari Rutan KPK, Jakarta. (ulf/c1/abm/fia)