RADAR MALANG – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat akhirnya membuat kebijakan tegas terhadap tayangan kartun di televisi. Ketua KPI Agung Suprio menegaskan bahwa tidak perlu lagi ada sensor terhadap tayangan-tayangan kartun dalam program televisi. KPI meminta semua stasiun televisi tidak perlu melakukan blur atau pemburaman terhadap tayangan kartun.
“Gue meminta melalui forum ini kepada semua lembaga penyiaran untuk tidak memblur atau mensensor kartun. Tampilkan apa adanya ,” kata Ketua KPI Pusat Agung Suprio dalam podcast Deddy Corbuzier.
Dia mengaku kaget adanya tayangan kartun di televisi yang disensor. Padahal semestinya hal itu tidak perlu dilakukan lantaran, katanya, tidak melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS).
“Kaget juga Shizuka pakai bikini disensor. (Permintaan sensor kartun) Bukan dari KPI. (Pihak TV takut) Kita kan punya sekolah P3 SPS, tiap tahun TV mengirim karyawan dengan tujuan paham dan kemudian dia menjadi editing sebelum tayang. Kan itu tujuannya,” tuturnya.
Agung juga mengungkapkan bahwa KPI tidak ada kaitan sama sekali dengan proses terjadinya sensor dalam sebuah tayangan TV. Sebab kewenangan sensor ini bukan lah berada pada lembaganya. Agung menjelaskan hal tersebut lantaran KPI yang selalu disalahkan publik dengan adanya sensor dalam tayangan televisi.
“Kita ini pasca tayang. Beberapa tayangan yang muncul di TV harus sudah dapat surat tanda lulus sensor. STLS yang buat siapa? Bukan kami. Lembaga Sensor Film. Sinetron atau film masuk ke LSF dulu, masuk ke TV, baru kita awasi,” katanya.
Agung Suprio mengungkapkan, tren penyiaran di Indonesia ke depannya mengarah ke liberalisasi penyiaran. “Tren penyiaran Indonesia yang gue lihat bahwa ke depan itu arah liberalisasi penyiaran dimana menguatnya hak asasi manusia (HAM). Orang boleh pakai apa saja. Yang menguat adalah perlindungan untuk perempuan, perlindungan untuk anak, dan perlindungan terhadap hak-hak minoritas,” ungkapnya.
Sumber: Jawa Pos