Pandemi Covid-19 memberi dampak sosioekonomi kepada seluruh masyarakat, termasuk bagi pendapatan UMKM. Survei BPS membuktikan bahwa 8,76 persen perusahaan mengalami pengurangan atau penghentian operasional yang menyebabkan produksi menurun dan ujung-ujungnya pendapatan berkurang. Pada perusahaan skala usaha mikro kecil (UMK) pendapatannya berkurang sebesar 84,20 persen. Sedangkan perusahaan skala usaha menengah besar (UMB) mengalami penurunan pendapatan sebesar 82,29 persen. Meski begitu, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) perlu ditetapkan guna memotong rantai penyebaran virus Covid-19.
Kebijakan PSBB pertama kali diterapkan oleh Provinsi DKI Jakarta sejak April 2020 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB. Adanya kebijakan ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha UMKM dalam mengembangkan bisnisnya di masa pandemi Covid-19 karena terdapat aturan pembatasan kegiatan masyarakat seperti jasa ojek online, study and work from home, kegiatan keagamaan dan budaya, fasilitas umum atau pelayanan publik, hingga pembatasan di tempat usaha.
Pada akhirnya kita dituntut untuk bisa beradaptasi kebiasaan baru (new normal) agar bisa bertahan di masa pandemi Covid-19. Sayangnya, masih banyak pelaku usaha yang belum melakukan adaptasi usaha seperti diversifikasi usaha. Survei BPS (2020) menunjukkan bahwa hanya 15 dari 100 perusahaan yang cenderung melakukan diversifikasi usaha selama masa pandemi padahal sedang menghadapi penurunan pendapatan. Maka dari itu, adaptasi usaha perlu dilakukan oleh pelaku usaha terutama UMKM agar dapat bertahan dari kondisi pandemi Covid-19.
Atas kondisi ini, survei kecil kita lakukan untuk melihat dampak dan reaksi pelaku usaha, terutama UMKM dalam menghadapi pandemi. Survei ini menggunakan metode non-probability sampling dan mendapatkan respons partisipasi sebanyak 101 responden dalam kurun waktu 1 minggu pelaksanaan survei pada akun Instagram penulis (@salsabilaazkia).
Terdapat 5 sampel responden yang digunakan pada survei ini untuk mendukung jawaban yang diberikan dari responden. Responden diberikan 13 pertanyaan terkait profil responden, perubahan pengeluaran sebelum dan saat pandemi, bidang usaha UMKM yang terdampak pandemi, dan saran atau solusi. Proses pelaksanaan survei melalui media sosial Instagram memiliki berbagai keunggulan dan batasan yang dihadapi. Keunggulannya adalah dari segi kemudahan responden dalam menjawab pertanyaan karena sudah ada kolom jawaban yang tersedia untuk menjawab. Di sisi lain, batasan yang dihadapi adalah terbatasnya jumlah karakter yang dapat dijawab oleh responden melalui kolom jawaban. Selain itu, data yang tersimpan di akun hanya memiliki jangka waktu 24 jam, sehingga memerlukan back up secara manual sebelum jangka waktu tersebut habis.
Mayoritas domisili responden adalah di Provinsi Jawa Timur sebesar 46 persen dengan mayoritas jenis kelamin responden adalah wanita sebesar 58 persen. Persentase terbesar pada kategori usia responden adalah pada kurun usia 15-25 tahun sejumlah 92 persen. Selain itu, penghasilan yang dimiliki responden mayoritas adalah 500.000-1.000.000 sebesar 29 persen.
Sebelum pandemi 67 persen responden cenderung ”jarang” melakukan belanja online (1-5 kali per bulan) dan 27 persen responden mengalami peningkatan intensitas pada saat pandemi menjadi ”lumayan sering (6-10 kali per bulan)”. Dari 5 sampel yang digunakan, 2 responden menjawab bahwa kegiatan di rumah saja menimbulkan rasa bosan sehingga keinginan untuk membeli barang secara online pada masa pandemi menjadi lebih tinggi. Ternyata makanan dan minuman mendominasi barang yang lebih banyak dibeli melalui online baik sebelum dan saat pandemi. Bahkan persentase responden yang belanja online makanan dan minum meningkat saat pandemi karena menurut responden penting untuk dipenuhi setiap harinya.
Terlebih lagi dengan adanya kebijakan PSBB dan physical distancing membuat jam operasional mal, kafe, dan restaurant lebih awal cepat, sehingga responden cenderung lebih sering melakukan belanja online untuk makan dan minum. Selanjutnya, 2 dari 5 sampel responden juga menjawab bahwa pada saat pandemi intensitas untuk belanja online kebutuhan hobi seperti menjahit, melukis, merajut, dan otomotif menjadi meningkat karena pandemi Covid-19 membuat responden semakin tertarik dan memiliki waktu luang lebih banyak untuk melakukan kegiatan hobi. Hal ini dapat dibuktikan dari naiknya persentase responden yang melakukan belanja online peralatan hobi saat pandemi sebanyak 11 persen. Namun, responden yang menjawab ”tidak belanja online” dari sebelum dan saat pandemi mengalami penurunan menjadi 7 persen. Artinya, responden cenderung lebih melakukan belanja online saat pandemi karena memberikan kemudahan pada pemenuhan kebutuhan hidup dan keinginan pribadi di masa pandemi Covid-19.
Dari segi bidang usaha UMKM terdampak, 60 persen responden memiliki persepsi bahwa bidang makanan dan minuman yang paling menghadapi dampak dari adanya pandemi Covid-19. Hal ini dapat dijelaskan dari jawaban 2 orang sampel yang menjawab alasan ragu akan kebersihan dari penjual makanan dan minuman membuat penjual makan dan minum sangat terdampak dari pandemi Covid-19. Selain itu, faktor kebijakan terkait perubahan jam operasional usaha dinilai oleh 31 persen responden sebagai penyebab UMKM mengalami penurunan pendapatan. Namun, terdapat bidang usaha yang dinilai oleh 2 persen responden tidak begitu mengalami penurunan pendapatan,yaitu bidang usaha industri seperti industri manufaktur dan jasa. Terlebih lagi dengan adanya beberapa sektor industri yang membantu perbaiki neraca perdagangan Indonesia seperti industri farmasi dan fitofarmaka, dan industri alat kesehatan dan etanol (Katadata, 2020). Hal ini dikarenakan sektor tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini guna mengatasi kemungkinan terinfeksi atau tertular Covid-19. Hal menarik berikutnya adalah faktor ”tidak ada yang membeli” mendominasi pertanyaan penyebab UMKM mengalami dampak dari Covid-19. Artinya, responden menilai bahwa adanya kebijakan PSBB dan physical distancing menyebabkan konsumen cenderung tidak melakukan transaksi belanja kepada UMKM. Adanya penurunan permintaan tersebut didasarkan dari berkurangnya pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat.
Lebih lanjut terkait saran dan solusi, 45 persen responden menjawab perlu dilakukan peningkatan intensitas promosi melalui media sosial seperti YouTube, TikTok, hingga Instagram agar UMKM dapat lebih dikenal oleh masyarakat. Selain itu, dengan selalu menjaga penerapan protokol kesehatan yang sesuai dengan anjuran Pemerintah agar konsumen menjadi tidak ragu jika ingin membeli secara offline. Namun, para pelaku UMKM juga perlu menerapkan sistem delivery atau take away untuk menjaga keamanan pelayanan konsumen. Saran terakhir adalah dengan peningkatan kuantitas dan kualitas bantuan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kepada UMKM terdampak Covid-19, baik berupa bantuan modal maupun bantuan promosi. (*)
oleh:
Salsabila Azkia Farhani
(Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi – Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya)