Terbit harapan seiring dengan laporan kasus baru Covid-19 yang terus melandai. Sektor wisata pun menggeliat. Setelah sekian lama destinasi wisata dipaksa tutup, hotel kosong dan wisata kuliner dibatasi karena PPKM, secara bertahap diperbolehkan buka dan dilonggarkan. Tentu dengan syarat-syarat. Tidak ada masalah, namanya juga uji coba.
Saat ini, di benak banyak orang, piknik bukan lagi sebatas keinginan, tapi menjadi kebutuhan. Keluar dari rutinitas, jalan-jalan, sudah dimungkinkan. Bagi para orang tua yang masih repot, hectic dengan pekerjaan, mungkin berpikir belum perlu rekreasi. Tapi mereka akan lumer mendengar rengekan anak-anak yang ingin berenang atau bermain pasir di tepi pantai. Toh, penyekatan jalan sudah dilonggarkan.
Bagi pelaku wisata, kondisi saat ini juga menerbitkan harapan baru. Pengelola wisata yang sekian lama gigit jari karena tempat usahanya sepi mulai bergairah lagi. Okupansi hotel mulai ada tanda-tanda meningkat, kawasan wisata Bromo sudah boleh buka. Beberapa tempat wisata di Malang Raya juga mulai uji coba beroperasi lagi. Ada Selecta, Jatim Park Group dan Hawai Group. Tempat wisata kuliner juga dapat kelonggaran, dine in dipersilakan.
Pandemi Covid-19 memang trennya sedang turun, pasca maraknya penularan yang memicu kepanikan pandemi gelombang II beberapa waktu lalu. Saat kasus baru meningkat tajam, rumah sakit penuh, sementara tempat isolasi kewalahan. Mau pergi piknik juga mikir dua kali. Karena tempat wisata tutup semua, petugas juga standby melakukan penyekatan jalan. Mau kemana kita? Yang paling aman memang memperbanyak waktu di rumah. Berhemat sambil berusaha menjaga keluarga tak sampai terpapar Covid-19.
Pengusaha sektor wisata pun kelimpungan. Bahkan di beberapa daerah, kebun binatang sampai harus membuka donasi agar hewan tetap bisa makan. Pengelola wisata lantas disibukkan dengan angka-angka, sambil terus mencari cara melakukan efisiensi. Mengukur-ukur waktu, sampai kapan bisa bertahan, tak sampai mati.
Pelaku wisata memang mengalami situasi lesu darah. Pemasukan macet, pengurangan pegawai, hingga penjadwalan cicilan bank bagi yang modal usahanya masih pas-pasan. Situasi runyam juga dialami pengelola tempat wisata di Malang selatan yang bekerja sama dengan KPH Perhutani. Lahan yang mereka kelola, yang telah dibangun sekian lama, terancam dikuasai pihak lain. Sudah pengunjung tidak ada, terancam angka kaki pula.
Tapi di luar semua itu, kini harapan situasi bakal membaik sudah muncul. Pemerintah lewat Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 9 tahun 2021 telah membuka kesempatan banyak daerah kembali membuka tempat wisatanya. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga memberi lampu hijau tempat wisata uji coba buka.
Uji coba tentu dengan sederet syarat. Mulai dari fasilitas penunjang prokes, mempertimbangkan kapasitas hingga aplikasi PeduliLindungi yang harus dipenuhi pengelola wisata. Yang mungkin agak repot adalah pembatasan usia pengunjung tak boleh di bawah 12 tahun. Padahal, saat piknik, anak-anak yang paling riang gembira berangkat. Apa iya, orang tua pergi piknik, lantas anak-anaknya ditinggal di rumah?
Meski ada syarat dilematis ini, tentu tak lantas batal piknik. Namanya ketentuan yang dibuat dalam situasi pandemi, boleh jadi yang membuat aturan tak sampai berfikir sejauh itu. Tak sampai menimbang matang dampak dan aplikasinya di lapangan.
Yang pasti, meski masuk PPKM level III, beberapa destinasi wisata di Malang Raya mulai uji coba untuk beroperasi kembali. Sementara, beberapa tempat wisata juga telah ikut ’pemanasan’ menerima kunjungan. Meski secara resmi belum boleh buka, pengelola wisata tak langsung melarang pengunjung masuk.
Contohnya di sepanjang pesisir Malang selatan dan sejumlah destinasi wisata alam. Pengelola ’setengah’ mempersilakan pengunjung masuk, tapi tidak dipungut tiket. Mereka belum berpikir tentang keuntungan. Hanya berharap pengunjung belanja, makan minum dari warung. Sesuatu yang sudah berbulan-bulan tak mereka rasakan.
Pengelola hotel pun boleh jadi belum berpikir dapat untung. Okupansi yang meningkat, terutama di akhir pekan tak langsung ditarif dengan harga normal. Banyak potongan, berderet diskon yang diberikan. Tarif kamar yang bisanya Rp 1 juta, masih ada yang dibanderol setengahnya saja. Tidak apa-apa, toh sudah sekian lama banyak kamar yang kosong melompong. Sementara pekerja diberhentikan sementara.
Kondisi saat ini memang membutuhkan komitmen untuk menahan diri. Bagi semuanya. Ya pengelola wisata, ya pengunjung, dan juga pemerintah daerah. Tak perlu mengambil keputusan yang ekstrem, mengalir saja.
Satu-satunya yang tak bisa ditawar dan harus tegak adalah penerapan prokes. Penggunaan aplikasi PeduliLindungi wajib dipenuhi. Pengelola tempat wisata juga harus komit menjaga destinasi wisata sesuai prokes, tidak sampai ada kerumuman. Pengunjung yang melanggar aturan wajib ditegur, bila perlu dibantu atau difasilitasi agar tetap menjaga prokes.
Sementara pemerintah daerah dan stakeholder terkait juga jangan eforia lantas abai. Tempat wisata yang berpotensi terjadi kerumunan ditingkatkan pengawasannya. Pengelola tempat wisata yang kelewatan melanggar aturan, dikenai sanksi agar muncul efek jera.
Selebihnya, memang tidak bisa full piknik seperti dulu. Namanya juga setengah piknik, setengah berdamai dengan kondisi pandemi. Karena piknik, atau keluar dari rutinitas sehari-hari akan mengendurkan saraf yang ujungnya, bisa menambah imunitas tubuh. Suasana rileks dan senang membuat produksi sel darah putih meningkat hingga menjaga tubuh terhindar dari virus maupun bakteri. Sudah piknik?
Penulis:
Yani Ahmad, Wartawan Jawa Pos Radar Malang