DIALAH Muhammad Ali, petinju kelas berat yang diremehkan oleh petahana George Foreman. Pada 30 Oktober 1974 lalu, George yang dikenal sebagai petinju tak terkalahkan itu dijatuhkan oleh Muhammad Ali di ronde kedelapan. Keberhasilan Ali itu menjadi catatan tebal sejarah tinju kelas berat dunia WBC dan WBA.
Banyak yang terbelalak dengan kejadian itu. Bagaimana tidak, George yang memiliki riwayat selalu memukul jatuh musuhnya tidak lebih dari tiga ronde tersebut terpaksa mengakui kekalahannya setelah dipukul jatuh oleh Muhammad Ali di detik-detik terakhir ronde ke delapan.
Muhammad Ali sadar betul bahwa George hanya bisa dikalahkan dengan cara menguras habis tenaganya. Tekniknya adalah cara mengulur pertandingan. Benar saja, sejak ronde pertama Ali telah menggunakan teknik defense, dia membiarkan George menghujaninya dengan pukulan bertubi-tubi sambil dia menyandarkan dirinya pada tali ring yang lentur. Sampailah pada ronde kelima di mana tenaga dan kekuatan George mulai habis, pukulan yang diarahkan ke Muhammad Ali sudah mulai berkurang. Puncaknya ada di ronde kedelapan, tepatnya di detik-detik terakhir ronde ke delapan di mana George kehabisan tenaganya. Saat itulah Muhammad Ali berhasil memukul jatuh sekaligus sebagai tanda bahwa juara dunia yang tidak terkalahkan itu kalah di tangan petinju yang sebelumnya diremehkan.
Seorang penulis bernama Malcolm Gladwell mengulas tentang peristiwa yang terjadi 3.000 tahun yang lalu dalam sebuah bukunya, David and Goliath. Kisah perkelahian yang di abadikan di berbagai Kitab Suci ini menceritakan kejadian, bahwa Jalut (Goliath) yang memiliki performance sempurna itu bisa dikalahkan oleh seorang bernama Daud yang secara performance dan fisik lebih kecil di Palestina.
Dalam berbagai pendekatan, Malcolm Gladwell menjadikan kemenangan Daud atas Jalut ini sebuah analogi bahwa tidak selamanya kesempurnaan dan kekuatan atas segala sesuatu itu mengalahkan yang lemah. Bahwa Jalut yang memiliki badan yang besar, tinggi dan kekar, perlengkapan baju perang yang bagus, pedang yang besar dan tajam, helm yang kuat dan kokoh itu pada akhirnya bisa dikalahkan oleh seorang yang hanya bermodalkan ketapel dan kerikil.
Daud tahu persis bahwa dia pasti akan kalah jika pertarungan dilakukan secara head to head dan jarak dekat. Karena itu, dia menjauh dan melihat titik kelemahan Jalut di dahi kepalanya karena hanya dahinya yang tidak terlindungi oleh helm dan baju perang. Berbekal ketapel dan kerikil, dibidiklah dahi Jalut menggunakan ketapel dan tersungkurlah Jalut bersimbah darah.
Kemampuan melihat kelemahan lawan ini juga yang telah mengantarkan Muhammad Ali memukul jatuh George. Compelling strategy yang dilakukan oleh Daud dan Muhammad Ali telah menjadikan pertarungan menjadi uncontasted, pertarungan tidak relevan lagi, bahwa Jalut dan George yang memiliki segala kekuatan itu kalah dengan segala kesederhanaan dan keterbatasan Daud dan Muhammad Ali.
Cerita menarik juga datang dari Southwest Airline. Yakni sebuah perusahaan penerbangan yang berkantor di Texas, Amerika Serikat. Dia mampu menciptakan model permainan bisnisnya sendiri sehingga perusahaan penerbangan sekelas Delta Airlines tidak relevan lagi bersaing dengannya.
Southwest Airlines membidik masyarakat yang terbiasa menggunakan transportasi darat. Kepada mereka, Southwest menawarkan transportasi yang lebih cepat dengan menggunakan pesawat terbang, tapi dengan harganya sama dengan transportasi darat. Southwest meniadakan berbagai macam fasilitas yang biasa diberikan oleh maskapai penerbangan yang lain, tanpa mengurangi kualitas layanan dan kecepatan serta ketepatan waktu untuk sampai di tujuan.
Hal ini menyebabkan persaingan antara Southwest Airlines dengan perusahaan penerbangan yang lebih besar menjadi tidak relevan lagi, bahkan tercatat Southwest Airlines kini telah memiliki lebih dari 680 pesawat dan mempekerjakan lebih dari 45.000 karyawan. Setiap tahun dia menerbangkan lebih dari 1 juta penumpang. Saat ini Southwest Airlines menjadi satu-satunya maskapai terbesar di Amerika Serikat dengan penerbangan domestik.
”The wise win before they fight, while the ignorant fight to win” adalah ungkapan yang disampaikan oleh ahli strategi perang Tiongkok bernama Zhuge Liang. Mereka yang asal maju untuk berperang, maka mereka akan mati-matian mempertahankan kemenangannya. Tapi bagi mereka yang bijak, maka mereka akan membuat strategi yang tepat hingga berujung kemenangan tanpa harus bertarung.
Apa yang dilakukan oleh Muhammad Ali, Daud, dan Southwest Airlines disebut sebagai Blue Ocean atau lautan biru oleh Profesor W. Chan Kim dan Renee Mauborgne. Blue Ocean adalah sebuah uncontested marketplace atau ruang pasar tanpa pesaing sehingga persaingan dengan yang besar dan kuat sekalipun menjadi tidak relevan dan tidak berpengaruh.
Mereka yang berada di lautan biru bisa menikmati pertumbuhan, keuntungan, dan kemenangan yang fantastis terhadap lawannya. Mereka juga bisa menentukan dan membuat sendiri model permainan di lapangan, mereka bisa menentukan cara berlari dan menari. (*)