Wahana permainan bianglala di Alun-Alun Kota Batu sangat digemari oleh wisatawan. Permainan tersebut juga sudah menjadi ikon kota pariwisata ini. Sebuah permainan kincir raksasa yang akan membawa penumpang di dalam kabin bisa menikmati pemandangan kota ketika sedang berada di posisi atas. Tak heran, apabila bianglala di Alun-Alun Kota Batu menjadi jujukan wisatawan dari berbagai daerah. Mereka merasa tidak lengkap jika datang ke Alun-Alun Batu tidak naik permainan tersebut.
Sebenarnya, bianglala tergolong permainan model lawas. Namun tetap digemari sehingga masih bisa bertahan hingga saat ini. Dalam catatan sejarah, bianglala lahir pertama kali di Chicago pada tahun 1893 dengan nama ferris wheel atau Chicago Wheel yang tingginya mencapai 80,4 meter. Dibangun oleh George Washington Gale Ferris, Jr.
Ferris wheel ini berputar pada roda seberat 64,4 ton yang tingginya 13,8 meter. Rodanya terdiri dari pipa seberat 40,5 ton dan sepasang rangka sarang laba-laba dari besi yang dicor berdiameter 4,9 meter dan beratnya 23 ton.
Di Indonesia, permainan kincir raksasa yang berwarna-warni disebut bianglala yang artinya sama dengan pelangi. Namun, penyebutan yang akrab di masyarakat adalah bianglala bukan pelangi. Sebagian orang Jawa menyebutnya dengan dermolen yang berasal dari bahasa Belanda draaimolen atau komidi putar.
Bentuk lingkaran bianglala yang tinggi memang sangat menarik dan mengundang perhatian. Bianglala di Alun-Alun Kota Batu yang tingginya hanya 60 meter saja sudah keran dan indah dipandang mata, apalagi kalau lebih tinggi lagi.
Di Kota Batu, bianglala yang dibangun pada masa Wali Kota Eddy Rumpoko pada tahun 2011 itu seakan menyambut wisatawan yang datang dan melewati Alun-Alun Kota Batu. Bagi orang yang pertama kali datang ke alun-alun kurang afdol bila tidak naik wahana tersebut.
Tapi sayang seribu sayang, sejak beberapa bulan ini, bianglala di Alun-Alun Kota Batu sementara tidak beroperasi. Alasannya masih dalam perawatan. Memang, sebelum dihentikan operasionalnya sempat muncul banyak keluhan dari wisatawan yang naik wahana tersebut. Mereka khawatir dengan kondisi bianglala yang terlihat sudah tidak normal. Terkadang terdengar bunyi krek…krek… selain itu sejumlah besinya terlihat mulai berkarat.
Sampai kapan akan dirawat dan bisa beroperasi lagi? Belum ada kejelasan. Termasuk apakah bianglala itu masih layak berputar atau tidak juga belum jelas. Tak heran, jika kemudian banyak wisatawan utamanya dari luar daerah merasa kecewa. Karena wahana tersebut tidak beroperasi. Memang, serasa ada yang kurang jika berwisata ke alun-alun tapi tidak naik bianglala. Karena wahana yang berada di tengah kota itu mampu menyajikan pemandangan indah pegunungan. Yang mana suasana semacam ini hanya di Kota Batu.
Sehingga, meskipun di sekitar alun-alun banyak kuliner yang lezat hal itu sudah biasa bagi wisatawan. Karena di tempat lain, makanan yang ada di sekitar alun-alun itu juga bisa didapatkan. Tapi kalau naik bianglala di tengah kota nan indah ya hanya di Batu. Sehingga terasa kering jika berwisata ke Alun-Alun Kota Batu tetapi cuma beli cilok, atau bakso.
Untuk mengobati kekecewaan para wisatawan itu, alangkah baiknya jika Pemkot Batu bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah ini. Memastikan apakah bianglala bisa beroperasi lagi atau perlu diganti semua dengan yang baru. Karena wahana tersebut sudah telanjur jadi salah satu brand Kota Batu. Jika kemudian bianglala hanya dipajang tapi tidak beroperasi ini akan membuat semakin banyak wisatawan yang kecewa.
Pemkot Batu harus segera mengembalikan ikon bianglala sebagai salah satu wahana unggulan yang bisa menarik wisatawan datang ke Kota Batu. Apalagi mereka yang naik bianglala rata-rata punya kesan yang wow terhadap indahnya kota saat dinikmati dari atas. Yang mana hal ini juga menjadi promosi tersendiri bagi Kota Batu.
Dengan naik bianglala, wisatawan akan merasakan sensasi yang berbeda. Dari dalam kabin bisa menikmati pemandangan Kota Batu 360 derajat. Bagi generasi 80-90 an, sambil naik bianglala, bisa berkelana ke masa lalu sambil menyanyikan potongan lagu berjudul Bianglala yang dibawakan oleh Mel Shandy.
……
Ada bias bianglala
Penuh berjuta warna, oh
Aku terpana, kau terpaku
Menatap seraut wajahmu
Walau ada luka di hatiku
….(*)