Sebagai kota yang kadung dikenal sebagai kota wisata, sudah seharusnya jika Kota Batu tidak hanya menyuguhkan destinasi wisata itu-itu saja. Maka tak heran, jika objek wisata baru di Kota Batu terus bermunculan. Geliat pariwisata itu tidak hanya dilakukan Pemkot Batu tetapi juga oleh swasta dengan membangun berbagai bisnis pariwisata.
Di era Wali Kota Eddy Rumpoko, Kota Batu berhasil menyulap alun-alun dari yang semula tak terawat menjadi destinasi wisata yang hebat.
Sebelum dibangun dulu, nyaris tidak ada wisatawan dari luar kota yang mau masuk kawasan alun-alun. Biasanya wisatawan datang ke sekitar alun-alun hanya untuk minum susu dan makan ketan di barat alun-alun. Sedangkan yang di dalam alun-alun kebanyakan anak-anak muda yang berpacaran.
Tetapi kemudian, Alun-Alun dirombak seperti sekarang ini, cantik dan ciamik. Trotoar yang melingkari alun-alun diperluas dan dihias sehingga makin nyaman untuk jalan kaki. Dan rupanya Pemkot Batu di era Dewanti Rumpoko juga melanjutkannya. Yang terbaru, di Jl Agus Salim di selatan alun-alun yang selama ini hanya untuk parkir kendaraan juga disulap menjadi makin kece. Trotoar dilebarkan dan rencananya akan diberi kursi taman dan lampu hias. Jika sudah jadi, kita bisa membayangkan kira-kira mirip Malioboro di Jogja. Atau biar gampang menyebutnya kita namakan saja Maliobatu.
Jika sudah jadi, sepertinya Jl Agus Salim ini akan menjadi salah satu jujukan wisatawan juga. Apalagi jika benar seperti apa yang disampaikan oleh kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Batu bahwa di kawasan tersebut juga akan dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas seni budaya. Semoga saja begitu nantinya.
Dan rupanya bukan hanya Malioboro yang akan “ditiru” oleh Kota Batu, tetapi juga Pasar Bringharjo. Karena kabarnya Pasar Besar Batu akan dibangun dengan konsep mirip Pasar Bringharjo, bahkan lebih baik. Pasar Besar Kota Batu akan menjadi pasar yang juga destinasi wisata 24 jam.
Informasinya, pasar yang dibangun dengan anggaran APBN sebesar Rp 200 miliar lebih tersebut akan dibikin tiga lantai. Lantai pertama pedagang yang seperti selama ini, lantai dua lebih ke kios fashion dan lantai tiga untuk kuliner. Informasinya juga, ke depan Pasar Besar Batu akan dikelola dengan baik, sehingga kebersihannya selalu terjaga. Harapannya, dengan konsep seperti itu, Pasar Batu akan jadi tujuan wisata baru. Ya… kita doakan saja semua itu bisa terwujud.
Tentang tiru meniru, menurut hemat penulis hal itu baik-baik saja, syukur-syukur konsepnya lebih bagus dari yang ditiru. Karena banyak juga konsep tiruan itu yang berhasil. Salah satu tiruan Malioboro yang termasuk berhasil adalah di Kota Madiun. Kota yang miskin potensi wisata itu berhasil menyulap Jalan Pahlawan menjadi mirip Malioboro. Kini setiap malam, di “Malioboro” Madiun itu selalu ramai pengunjung. Mereka datang dari Ponorogo, Magetan, Ngawi dan sekitarnya. Saat ini di kawasan tersebut makin hidup dan ramai. Bahkan Malioboro cap Madiun ini juga viral di media sosial.
Nggak percaya? Coba ketik kata Malioboro di Mbah Google, maka akan muncul juga Malioboro Madiun. Minimal dengan muncul di halaman pertama Google orang akan penasaran lalu mengeklik dan ingin berkunjung ke Malioboro KW itu. Apapun alasannya kan lumayan, bikin banyak orang penasaran dan akhirnya berkunjung. Di sana pengunjung akan parkir kendaraan, beli makan, minimal beli cilok. Tapi lumayan membangkitkan ekonomi rakyat kecil.
Dan yang terbaru, yang akan menirukan konsep Malioboro adalah Kota Solo. Wali Kota Mas Gibran, sebagaimana diberitakan detik.com pada 8 Desember lalu, akan menyulap koridor Jl Gatot Subroto-Mangkunegaran layaknya Malioboro. Bahkan dia berjanji akan membangun yang lebih bagus dari Malioboro. Nah Kan? Solo saja nggak malu mencontoh Jogja.
Dan sepertinya jika Malioboro made in Solo itu jadi, akan ramai dan jadi jujukan wisatawan di kotanya Pak Jokowi itu. Ayo Kota Batu jangan mau kalah, kini semua kota berlomba bersolek menjadi kota wisata. Jangan sampai ketinggalan, jadikan Kota Batu tetap yang paling dirindu. (*)