Oleh :
drh Puguh Wiji Pamungkas MM
(Presiden Nusantara Gilang Gemilang-Founder RSU Wajak Husada)
Dalam sejarah pers nasional, terbitnya media pada tahun 1907-an diklaim sebagai cikal bakal lahirnya persatuan wartawan pertama kali.
Yakni pada tahun 1914 di mana padai masa-masa selanjutnya bermetamorfosa menjadi “Kantor Berita Antara” pada tahun 1937.
Adalah serangkai Adam Malik, Soemanang, AM. Sipahoetar dan Pandoe Kartawigoenn yang menggawanginya. Keberhasilan pertamanya adalah memberitakan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945.
Pers adalah instrumen perjuangan, begitu yang saya fahami.Dalam perjalanannya, pers selalu menjadi corong bagi penyeimbang kehidupan di masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menjadi sinar di kegelapan, menjadi wangi di tengah-tengah kebusukan dan menjadi tiang penyangga di tengah kebobrokan moralitas dan mentalitas.
Bersyukur saya dulu pernah menjadi bagian dari “Pers Mahasiswa”. Merasakan pendidikan sebagai pewarta, penulis berita dan melawati fase demi fase pers dari mulai menjadi wartawan, redaktur dan pemimpin redaksi.
Ada banyak pengalaman yang tentu saja sangat berarti bagi saya, menjadi bekal di kehidupan berikutnya.
Kemampuan untuk terus berfikir kritis secara mendalam, melakukan grab data yang berkualitas terhadap temuan-temuan di lapangan dan pengolahan data serta manajemen isu dalam membentuk persepsi public.
Meski hari ini dunia pers menghadapi tantangan yang tidak mudah bersamaan dengan “era ditruption” dan kemajuan teknologi.
Perilaku masyarakat yang memiliki kecenderungan membaca berita lewat internet di smartphonenya menyebabkan media cetak semakin berat untuk mempertahankan eksistensinya.
Di tambah lagi, dengan semakin mudahnya akses internet, bervariasinya media sosial dan kebebasan orang untuk membagikan setiap kejadian yang mereka temui di media sosial.
Mereka melahirkan “Citizen Jurnalims” alias semua orang bisa menjadi wartawan yang sekaligus memiliki media beritanya sendiri melalui sosial media, dan tentu situasi ini semakin tidak mudah bagi jurnalisme pers.
Selain itu, tahun politik yang saat ini berlangsung juga menjadi tantangan tersendiri bagi pers Indonesia untuk tetap menjaga independensi dan profesionalitasnya.
Iklim politik yang sudah menghangat sejak awal tahun ini menuntut pers Indonesia untuk tetap proporsional dan berpihak kepada keadilan dan asas kebermanfaatan bagi masyarakat.
Radar Malang sebagai salah satu pioner pers yang ada di Malang telah menunjukkan kualitas dan kontribusinya selama ini bagi pembangunan Malang Raya.
Menjadi bandul penyeimbang bagi ketimpangan, dan sekaligus vektor untuk pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan pemerintahan.
Selamat Ulang Tahun ke 24 Radar Malang, menjadi penjaga “suluh pers” Malang Raya, menjadi urat nadi bagi harmonisme kehidupan berbangsa dan bernegara. (Jprm3/nen)