EMPAT
Daya sihir benda-benda langka yang berharga mahalitu ternyata telah membutakan mata hati dan pikiran sehat saya. Bagaikan orang yang sedang berlomba lari mencapai garis finish, begitulah saya dengan sekuat tenaga mengiringi Kang Karnen mencari barang, mencari pemilik, mencari pembeli, dan menawarkan dengan harga yang kadangkala tidak masuk akal. Dan untuk itu semua, saya harus mengorbankan jam mengajar saya di sekolah. Ya, sudah dua bulan ini saya mulai sering meninggalkan jam sekolah tanpa izin.
Harapan saya untuk mendapat keuntungan besar dari penjualan benda-benda langka itu, rupanya telah melontarkan saya ke suatu alam pemikiran yang aneh dan tak masuk akal. Saya seolah-olah sudah mempersetankan keberadaan saya sebagai pegawai, guru, suami, bapak, dan warga masyarakat. Hampir seluruh waktu saya sudah tersita untuk mengurusi persoalan benda-benda langka yang berharga mahal itu. Bahkan soal sewa motor ojekan pun, saya sudah mulai melihat daftar tunggakan saya pada buku setoran Kang Paidi yang makin meningkat.
Seyogianya, saya segera sadar bahwa… selengkapnya baca di edisi cetak Jawa Pos Radar Malang (bersambung)