24.2 C
Malang
Sunday, 26 March 2023

Buntut Polemik Tata Cara Pemilihan, Senat UB Terancam Di-PTUN-kan

MALANG KOTA – Dinamika di internal Senat UB (Universitas Brawijaya) masih memantik kontroversi. Menyusul protes tujuh anggota senat yang mempertanyakan keputusan sepihak Ketua Senat UB Prof Dr Ir Arifin MS yang dianggap sewenang-wenang. Gegara protes tak direspons, mereka menyiapkan upaya jalur hukum lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

Polemik muncul terkait pembahasan Tata Cara Pemilihan Anggota Senat Universitas Brawijaya Nomor 1 tahun 2021.  Surat protes pertama 7 anggota Senat UB sudah dikirim 16 November lalu, namun tak digubris. Sementara surat protes kedua sudah dikirimkan Selasa (23/11) lalu. Jika surat kedua tak ditanggapi, 7 guru besar tersebut berencana menggugat pimpinan Senat UB ke PTUN.

Perwakilan 7 anggota Senat UB Prof Dr Eddy Suprayitno menyatakan, rencana mengajukan gugatan PTUN tersebut menjadi jalan terakhir jika tidak ada tanggapan dari pihak pimpinan. Namun hingga saat ini, dirinya bersama enam anggota senat lainnya juga tetap menunggu iktikad baik Ketua Senat UB. “Kami masih menunggu Ketua Senat untuk bertemu atau duduk bareng menjelaskan aturan tersebut. Sampai saat ini dua surat protes belum ada tanggapan,” ujar Eddy.

 

Menurutnya, pokok masalah yang masih menjadi keberatan tujuh anggota Senat UB adalah tidak dihapusnya pasal 9 ayat 2 yang mengatur tentang pemungutan suara. Bahwa setiap anggota senat fakultas memiliki empat hak suara untuk memilih 3 perwakilan profesor dan 1 perwakilan dari dosen.

Menurut Eddy, seharusnya aturan tersebut sudah dihapus. Karena saat rapat, ketua senat sudah menyetujui pemilihan senat universitas dikembalikan kepada fakultas masing-masing. “Feeling  (perasaan) saya saat SK keluar, Pasal 9 Ayat 2, “one man four vote” harusnya hilang. Tapi tiba-tiba keluar SK tidak seperti yang dikatakan ketua senat ketika rapat dan pasal itu masih ada,” tutur Eddy.

Menurut guru besar FPIK UB ini, sebenarnya bukan hanya 7 anggota senat yang tidak menghendaki aturan itu. Dia mengklaim ada anggota senat lainnya dan beberapa kelompok akademisi dari fakultas yang juga memiliki pandangan yang sama. Namun mereka tidak mengungkapkan secara langsung. “Lainnya sebenarnya juga banyak yang tidak setuju, hanya memendam, tidak berani mengungkapkan,” tegasnya.

 

Sementara itu, Ketua Senat UB Prof Arifin masih belum bisa dikonfirmasi terkait polemik tersebut. Saat dihubungi via handphone, meski terdengar nada sambung, namun tidak diangkat.(adk/nay)

MALANG KOTA – Dinamika di internal Senat UB (Universitas Brawijaya) masih memantik kontroversi. Menyusul protes tujuh anggota senat yang mempertanyakan keputusan sepihak Ketua Senat UB Prof Dr Ir Arifin MS yang dianggap sewenang-wenang. Gegara protes tak direspons, mereka menyiapkan upaya jalur hukum lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

Polemik muncul terkait pembahasan Tata Cara Pemilihan Anggota Senat Universitas Brawijaya Nomor 1 tahun 2021.  Surat protes pertama 7 anggota Senat UB sudah dikirim 16 November lalu, namun tak digubris. Sementara surat protes kedua sudah dikirimkan Selasa (23/11) lalu. Jika surat kedua tak ditanggapi, 7 guru besar tersebut berencana menggugat pimpinan Senat UB ke PTUN.

Perwakilan 7 anggota Senat UB Prof Dr Eddy Suprayitno menyatakan, rencana mengajukan gugatan PTUN tersebut menjadi jalan terakhir jika tidak ada tanggapan dari pihak pimpinan. Namun hingga saat ini, dirinya bersama enam anggota senat lainnya juga tetap menunggu iktikad baik Ketua Senat UB. “Kami masih menunggu Ketua Senat untuk bertemu atau duduk bareng menjelaskan aturan tersebut. Sampai saat ini dua surat protes belum ada tanggapan,” ujar Eddy.

 

Menurutnya, pokok masalah yang masih menjadi keberatan tujuh anggota Senat UB adalah tidak dihapusnya pasal 9 ayat 2 yang mengatur tentang pemungutan suara. Bahwa setiap anggota senat fakultas memiliki empat hak suara untuk memilih 3 perwakilan profesor dan 1 perwakilan dari dosen.

Menurut Eddy, seharusnya aturan tersebut sudah dihapus. Karena saat rapat, ketua senat sudah menyetujui pemilihan senat universitas dikembalikan kepada fakultas masing-masing. “Feeling  (perasaan) saya saat SK keluar, Pasal 9 Ayat 2, “one man four vote” harusnya hilang. Tapi tiba-tiba keluar SK tidak seperti yang dikatakan ketua senat ketika rapat dan pasal itu masih ada,” tutur Eddy.

Menurut guru besar FPIK UB ini, sebenarnya bukan hanya 7 anggota senat yang tidak menghendaki aturan itu. Dia mengklaim ada anggota senat lainnya dan beberapa kelompok akademisi dari fakultas yang juga memiliki pandangan yang sama. Namun mereka tidak mengungkapkan secara langsung. “Lainnya sebenarnya juga banyak yang tidak setuju, hanya memendam, tidak berani mengungkapkan,” tegasnya.

 

Sementara itu, Ketua Senat UB Prof Arifin masih belum bisa dikonfirmasi terkait polemik tersebut. Saat dihubungi via handphone, meski terdengar nada sambung, namun tidak diangkat.(adk/nay)

Wajib Dibaca

Artikel Terbaru