25.4 C
Malang
Tuesday, 30 May 2023

Djoeari Soebardja, Pelukis Kelas Internasional Asal Kota Batu

Di sela-sela kesibukannya mengajar, Djoeari Soebardja tetap produktif menghasilkan karya lukisan. Bahkan ada yang dikirim ke Amerika Serikat untuk ikut pameran.

 

Di Studio dengan ukuran sekitar 3×6 meter di rumahnya, Dojeari melahirkan berbagai macam karya seni lukis. Dinding bangunan berwarna putih itu juga dipenuhi dengan berbagai lukisan dan penghargaan. Salah satu yang menarik perhatian penulis ialah foto mudanya dengan seniman lukis kondang Indonesia Affandi Koesoema.

 

Kegemaran terhadap dunia seni rupa sudah ia sadari sejak masa kecil. “Untuk pelajaran di sekolah yang paling menonjol ya seni rupa,” terang warga Kelurahan Ngaglik, Kecamatan Batu itu. Menurut dia, di zaman itu, di Kota Batu belum ramai teori melukis seperti sekarang. Hal itu membuat Djoeari mau tidak mau belajar secara mandiri dalam mengasah bakatnya. Bahkan, saat duduk di bangku SMA  ia sudah mengadakan pameran.

 

Ketika lulus SMA dia mulai memantapkan diri untuk menggeluti seni lukis. Selanjutnya memutuskan kuliah di IKIP Malang (UM) mengambil program studi D2 seni rupa. Ia mengaku  juga sempat diremehkan oleh warga sekitar, karena memang di tahun 80 an menjadi seniman bukan suatu pekerjaan yang menjanjikan kala itu.

 

Ditanya soal lukisannya yang pertama kali, Djoeari mengatakan saat itu melukis untuk wajah temannya dan dibayar dengan sebungkus rokok. “Dimintai tolong menggambar fotonya,” kata  pria kelahiran 1963 ini. Dari situ, muncul berbagai orderan lukisan ke dirinya. Di masa kuliah ia juga berhasil menyabet juara satu nasional di perhelatan Porseni.

 

Singkat cerita, ia berhasil menyelesaikan studinya dan kemudian memutuskan untuk pergi ke Bali. Di sana mulai mengeksplorasi berbagai kesenian. Namun, karena panggilan orang tua karena ada pendaftaran sebagai guru, kemudian memutuskan kembali ke Kota Apel. “Saya diterima sebagai guru di SMPN 1 Pujon,” katanya.

 

Di sela kesibukannya, Djoeari tetap berusaha konsisten dalam berkarya. Pameran solo pertamanya ia lakukan di Galeri Raos. “Waktu itu namanya belum menjadi Galeri Raos,” katanya. Menurutnya, selama ini yang membuatnya berkesan ialah ikut pameran solo di Bentara Budaya Yogyakarta. Karena Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai ibu kota seni di Indonesia.

 

Menurutnya, bisa tampil di Galeri Bentara merupakan ujian seorang pelukis. “Waktu itu saya merasa seperti seorang mahasiswa yang mengirimkan tugas ke dosen,” ucapnya. Ada istilah bahwa seorang pelukis akan berhenti atau lanjut ketika sudah pemeran di Galeri Bentara Budaya Yogyakarta.

 

Ia merasa puas sekaligus sedih dengan pamerannya itu. “Di satu sisi konsepnya kurang maksimal, di sisi merasa sangat senang karena mendapat berbagai ilmu dan masukan,” jelasnya. Sepulang dari pameran tersebut bahkan ia tidak bisa melukis sekitar satu bulan. Namun, setelah itu ia kembali menemukan ritmenya.

 

Karyanya juga pernah dipamerkan di Boston Amerika Serikat. “Waktu itu dikirim lima yang kembali dua tetapi uangnya juga tidak sampai ke saya,” katanya sambil tertawa mengingat momen kala itu. Selain di Amerika karyanya juga pernah dikirim untuk ikut pameran di Singapura. “Waktu itu disuruh untuk mempresentasikan lukisan,” jelasnya.(moh. rizal/lid)

Di sela-sela kesibukannya mengajar, Djoeari Soebardja tetap produktif menghasilkan karya lukisan. Bahkan ada yang dikirim ke Amerika Serikat untuk ikut pameran.

 

Di Studio dengan ukuran sekitar 3×6 meter di rumahnya, Dojeari melahirkan berbagai macam karya seni lukis. Dinding bangunan berwarna putih itu juga dipenuhi dengan berbagai lukisan dan penghargaan. Salah satu yang menarik perhatian penulis ialah foto mudanya dengan seniman lukis kondang Indonesia Affandi Koesoema.

 

Kegemaran terhadap dunia seni rupa sudah ia sadari sejak masa kecil. “Untuk pelajaran di sekolah yang paling menonjol ya seni rupa,” terang warga Kelurahan Ngaglik, Kecamatan Batu itu. Menurut dia, di zaman itu, di Kota Batu belum ramai teori melukis seperti sekarang. Hal itu membuat Djoeari mau tidak mau belajar secara mandiri dalam mengasah bakatnya. Bahkan, saat duduk di bangku SMA  ia sudah mengadakan pameran.

 

Ketika lulus SMA dia mulai memantapkan diri untuk menggeluti seni lukis. Selanjutnya memutuskan kuliah di IKIP Malang (UM) mengambil program studi D2 seni rupa. Ia mengaku  juga sempat diremehkan oleh warga sekitar, karena memang di tahun 80 an menjadi seniman bukan suatu pekerjaan yang menjanjikan kala itu.

 

Ditanya soal lukisannya yang pertama kali, Djoeari mengatakan saat itu melukis untuk wajah temannya dan dibayar dengan sebungkus rokok. “Dimintai tolong menggambar fotonya,” kata  pria kelahiran 1963 ini. Dari situ, muncul berbagai orderan lukisan ke dirinya. Di masa kuliah ia juga berhasil menyabet juara satu nasional di perhelatan Porseni.

 

Singkat cerita, ia berhasil menyelesaikan studinya dan kemudian memutuskan untuk pergi ke Bali. Di sana mulai mengeksplorasi berbagai kesenian. Namun, karena panggilan orang tua karena ada pendaftaran sebagai guru, kemudian memutuskan kembali ke Kota Apel. “Saya diterima sebagai guru di SMPN 1 Pujon,” katanya.

 

Di sela kesibukannya, Djoeari tetap berusaha konsisten dalam berkarya. Pameran solo pertamanya ia lakukan di Galeri Raos. “Waktu itu namanya belum menjadi Galeri Raos,” katanya. Menurutnya, selama ini yang membuatnya berkesan ialah ikut pameran solo di Bentara Budaya Yogyakarta. Karena Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai ibu kota seni di Indonesia.

 

Menurutnya, bisa tampil di Galeri Bentara merupakan ujian seorang pelukis. “Waktu itu saya merasa seperti seorang mahasiswa yang mengirimkan tugas ke dosen,” ucapnya. Ada istilah bahwa seorang pelukis akan berhenti atau lanjut ketika sudah pemeran di Galeri Bentara Budaya Yogyakarta.

 

Ia merasa puas sekaligus sedih dengan pamerannya itu. “Di satu sisi konsepnya kurang maksimal, di sisi merasa sangat senang karena mendapat berbagai ilmu dan masukan,” jelasnya. Sepulang dari pameran tersebut bahkan ia tidak bisa melukis sekitar satu bulan. Namun, setelah itu ia kembali menemukan ritmenya.

 

Karyanya juga pernah dipamerkan di Boston Amerika Serikat. “Waktu itu dikirim lima yang kembali dua tetapi uangnya juga tidak sampai ke saya,” katanya sambil tertawa mengingat momen kala itu. Selain di Amerika karyanya juga pernah dikirim untuk ikut pameran di Singapura. “Waktu itu disuruh untuk mempresentasikan lukisan,” jelasnya.(moh. rizal/lid)

Wajib Dibaca

Artikel Terbaru